Ahli Biomolekuler: Vaksin Nusantara Bukan Inovasi Anak Bangsa, tapi Amerika

15 April 2021 12:58 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vak,sin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vak,sin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Beberapa kalangan menyebut vaksin Nusantara adalah karya anak bangsa dan menyesalkan mengapa BPOM cenderung menghambatnya. Namun, sejumlah ahli berkeyakinan bahwa vaksin tersebut bukan karya anak bangsa, melainkan inovasi peneliti Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
"Bukan inovasi anak bangsa. Inovasinya berasal dari Amerika oleh peneliti Amerika dari perusahaan biotek komersil di Amerika. Tim Dr Terawan tidak menceritakan keutuhan teknologi ini dan cenderung menamainya ‘nusantara’ yang sebenarnya tidak akurat," ungkap ahli biologi molekuler Ahmad Utomo di akun twitternya yang dikutip pada Kamis (15/4).
Dengan kondisi seperti itu, Ahmad menyarankan pemerintah fokus pada vaksin yang benar-benar karya anak bangsa, yaitu vaksin Merah Putih.
"Dana republik terbatas, dan kita sedang mengembangkan inovasi vaksin Merah Putih, artinya ilmuwan nasional tentu mendukung sesama ilmuwan yang berdasarkan kepada teknologi dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka prioritaskan pendanaan vaksin Merah Putih," ujar Ahmad.
Doktor di bidang Genetik Kanker di University of Texas Health Science Center juga menuliskan bahwa respon imun vaksin dendrit cenderung menimbulkan imunitas seluler, bukan imunitas humoral (pembentukan antibodi).
ADVERTISEMENT
"Dalam tahap uji klinis fase 1 yang lalu, tidak jelas berapa persentase relawan yang memunculkan antibodi padahal antibodi penting untuk menyergap virus," tulisnya.
Menurut Ahmad, penggunaan sel dendrit yang dikultur di laboratorium membutuhkan fasilitas mahal. "Menurut BPOM fasilitas di RS Kariadi belum memenuhi standar GMP good manufacturing practise yang mutlak diperlukan dalam pembuatan vaksin yang personal, karena ancaman adanya kontaminasi kuman," jelasnya.
Kementerian Kesehatan RI RSUP dr. kariadi Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Ahmad juga menilai peneliti vaksin Nusantara tak transparan akan data penelitiannya. Hal itu, menurut Ahmad, terbukti dari sulitnya akses untuk melihat hasil uji klinis fase 1 dari vaksin tersebut.
"Apabila memang benar mayoritas relawan uji klinis fase 1 memunculkan neutralizing antibodi maka ini menjadi tidak lazim karena umumnya produksi vaksin dendrit memunculkan respons seluler bukan humoral (antibodi) maka tentu perlu penjelasan kok bisa berbeda dari kelaziman," beber Ahmad.
ADVERTISEMENT
Ahli wabah dari UI, Pandu Riono, jauh-jauh hari juga menegaskan bahwa vaksin Nusantara bukan karya anak bangsa. Hal ini terungkap dari cuitannya di akun Twitter.
"Sebagian besar ilmuwan Indonesia tahu vahwa Vaksin Nusantara bukan "karya anak bangsa", tapi karya Aivita, lalu dipolitisir," tulisnya pada 10 Maret 2021.

Antigen dari AS

Sebelumnya, Komite Nasional Penilai Obat membeberkan fakta bahwa antigen yang digunakan dalam vaksin Nusantara bukan berasal dari Indonesia, melainkan virus dari AS.
Kantor pusat AIVITA Biomedical di Irvine, California, AS. Foto: aivitabiomedical.com
"Kami tidak menghalangi vaksin Nusantara sama sekali karena memang terus terang ada beberapa hal teknis yang belum dipenuhi peneliti vaksin Nusantara. Terutama yang berhubungan dengan Good Manufacturing (GMP) dan Good Laboratory Practice (GLP), juga ada beberapa persoalan di Good Clinical Practice (GCP)," kata anggota Komite Nasional Penilai Obat dr Anwar Santoso dalam pernyataannya yang dikutip kumparan, Rabu (14/4).
ADVERTISEMENT
"Yang berikutnya, antigennya itu bukan virus dari Indonesia tapi Amerika, yang sebenarnya kita tidak tahu bagaimana sekuens genomic-nya dan seperti apa virus yang didapat dari Amerika," imbuh dia.
Kepala BPOM Penny Lukito menjalani pemeriksaan sebelum disuntik vaksin corona Sinovac saat vaksiasi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/1). Foto: Youtube/@Sekretariat Presiden
Seperti diketahui, antigen dari AS itu dicampur dengan darah yang diambil dari relawan. Setelah itu campuran darah dan antigen didiamkan sekitar 7 hari, setelah itu disuntikkan kembali ke relawan pemilik darah.

Peneliti Didominasi dari AS

Peneliti vaksin ini juga didominasi peneliti AS, meski ada peneliti dari RSUP Kariadi dan RSPAD Gatot Subroto.
Hal itu diketahui oleh BPOM bersama tim Komnas Penilai Obat saat menyelenggarakan kegiatan dengar pendapat pada 16 Maret 2021 dengan tim peneliti vaksin Nusantara.
Dari dengar pendapat itu diketahui bahwa proses pembuatan vaksin dilakukan oleh peneliti asing yang namanya tidak tercantum pada protokol yang telah dikantongi oleh BPOM.
ADVERTISEMENT
Kondisi vaksin Nusantara berbeda dengan vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan pemerintah. Vaksin Merah Putih adalah vaksin yang bibitnya diteliti dan dikembangkan di Indonesia, menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia, dan nantinya akan diproduksi oleh perusahaan farmasi Indonesia.