Ahli Hukum: Proyek Strategis Nasional Lebih Untungkan Pemilik Modal

5 September 2024 17:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, saat ditemui wartawan usai menghadiri Aksi Kamisan di depan Istana Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, saat ditemui wartawan usai menghadiri Aksi Kamisan di depan Istana Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan pemerintah menjadi sorotan. Pengajar STHI Jentara Bivitri Susanti menilai proyek itu tidak menguntungkan warga.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Bivitri saat menghadiri diskusi Proyek Swasta Jadi PSN: Rakyat vs Oligarki di Jakarta pada Rabu (5/9).
"Manfaatnya saya enggak bisa bilang ini manfaat buat warga karena ternyata yang lebih diuntungkan adalah orang-orang yang pemilik modal itu, yang sering kali kita kategorikan atau analisis sebagai oligarki," kata Bivitri dikutip Kamis (5/9).
Salah satu PSN yang dipertanyakan Bivitri ialah BSD dan PIK. Menurutnya penetapan kedua wilayah itu dalam PSN tidak jelas alasannya. Apalagi proyek itu sudah ada 20 tahun lalu, tapi baru masuk PSN tahun ini.
"Apa kriterianya, dan bagaimana tolok ukurnya satu proyek bisa masuk ke dalam wadah yang namanya PSN itu, itu tidak jelas. Di sinilah yang terjadi benturan kepentingan," ujar Bivitri.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara itu mengatakan orang-orang antikorupsi biasa menyebutnya state capture corruption atau ada juga conflict of interest. Istilah lebih gamblangnya, kata Bivitri, oligarki.
"Karena justru cara bekerja oligarki adalah mereka akan masuk menggunakan lembaga negara formal untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan bisnis mereka, itulah oligarki. Kan di level untuk dengan pengusahanya namanya oligarki, di level tengahnya di mana parpol bekerja untuk kepentingan pemodal itu bisa kita namakan kartel politik," tutur Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menerangkan adanya kepentingan bisnis dari oligarki membuat ada perundingan-perundingan saat menentukan sebuah proyek masuk PSN. Hal ini kemudian tidak bisa diukur secara hukum.
"Karena itu tadi kriterianya tidak ada, transparansinya tidak ada, tahu-tahu keluar aja Perpres-nya. Kan itu bentuk ya Perpres daftar PSN itu. Tiba-tiba keluar kok nambah nih tiba-tiba ada PIK, ada BSD. Kaget juga kita. Karena proses itu tertutup," tutur Bivitri.
ADVERTISEMENT
Bivitri menegaskan ada potensi pelanggaran hukum di sana. Setidaknya melanggar UU Administrasi Pemerintahan. Dalam UU itu terdapat asas-asas umum pemerintahan yang baik atau AUPB.
Isinya mengharuskan pembuatan kebijakan baru tidak boleh dibuat tanpa ketelitian, tidak boleh dibuat tanpa adanya partisipasi, kemudian tidak boleh ada benturan kepentingan, dan sebagainya.
"UU kita ada aturan mainnya, salah satunya AUPB. Tapi lebih dari itu ketika ada pelanggaran-pelanggaran pengambilalihan tanah dengan kekerasan, terus orang yang mempertahankan tanah dilempari gas air mata atau dihadap-hadapkan dengan aparat kepolisian atau tentara itu juga sudah melanggar hak asasi manusia. Jadi luar biasa mudharatnya dibanding manfaatnya, sangat-sangat luar biasa timpangnya," tutur Bivitri.

Ingatkan Banyak PSN yang Bermasalah

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, saat ditemui usai diskusi bertajuk 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Jumat (29/3). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Dalam kesempatan yang sama Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengingatkan banyaknya PSN yang bermasalah. Penentuan PSN juga problematik.
ADVERTISEMENT
"Ini ada kepentingan bisnis luar biasa antara pebisnis dan yang berkuasa. Antara kita yang kemudian menonton bagaimana mereka dengan sombong menggunakan kekuasaannya dan para penguasa yang tidak pernah melihat kita dan kebutuhan kita," ujar Feri.
"Menurut saya kalau secara konstitusionalnya ini sudah terang benderang ada problematika PSN tidak boleh melanggar Pasal 33, Pasal 28, Pasal 28d soal kepastian hukum dan lain-lain, dan tidak boleh merugikan warga negara kita dalam hal dan keadaan apa pun," tambahnya.
Ia menilai hal ini penting untuk mendapat perhatian.
"Saya merasa ini juga satu titik penting, kalau kemudian ini gagal kita perjuangkan bukan tidak mungkin ini akan berimbas kepada isu-isu yang lain dengan kegagalan-kegagalan yang lain. Mari kita buat ini berhasil kemarin kalau garuda biru bisa berhasil saya yakin garuda hitam juga harus berhasil. Kalau perlu sampai tumbang," pungkasnya.
ADVERTISEMENT