Ahli Pidana: Pollycarpus Meninggal, Makin Sulit Ungkap Aktor Pembunuh Munir

18 Oktober 2020 19:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pollycarpus Budihari Priyanto.
 Foto: Adek Berry/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pollycarpus Budihari Priyanto. Foto: Adek Berry/AFP
ADVERTISEMENT
Pollycarpus, pembunuh aktivis HAM, Munir Said Thalib, meninggal dunia disebut karena COVID-19. Dosen Ahli Hukum Pidana FH Universitas Diponegoro, Prof. Pujiyono, menilai meninggalnya Pollycarpus akan menjadi kendala pengusutan pelaku lain di kasus Munir.
ADVERTISEMENT
"Sedikit banyak tentunya sangat kesulitan langkah berikutnya, bagaimana akan membuktikan keterkaitan aktor lain, apakah aktor intelektual [kasus Munir] yang belum terungkap, juga buktikan kembali bagi mereka yangs udah bebas tadi," ujar Pujiyono dalam diskusi Kelompok Riset dan Debat FH Undip, Minggu (18/10).
Pollycarpus Budihari Priyanto. Foto: Adek Berry/AFP
"Kalau [usut] dengan bukti baru, novum, bisa digunakan oleh JPU untuk PK, tentu ini kendala tersendiri bagi penegak hukum untuk upaya menjaring pelaku-pelaku lain," tutur Guru Besar FH Undip ini.
Berbagai pihak meminta Presiden Jokowi, Polri dan Kejaksaan Agung kembali mengusut aktor intelektual pembunuhan Munir. Kejagung juga diminta untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait vonis bebasnya eks Deputi Kepala BIN, Muchdi Pr.
Muchdi Pr sempat ditetapkan sebagai tersangka karena diduga bersekongkol dengan Pollycarpus. Namun, pada Desember 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas murni Muchdi dari seluruh dakwaan karena dianggap tidak terbukti.
Munir Said Thalib Foto: Wikipedia
Meski demikian, Pujiyono menilai sebaiknya aparat tidak hanya terpaku pada satu pelaku. Penegak hukum bisa mendapatkan bukti baru jika fakta-fakta persidangan sebelumnya digali lebih dalam.
ADVERTISEMENT
"Tapi tentunya aparat tidak terpaku pada satu informasi dari pelaku utama, tapi mendalami fakta-fakta yang dimunculkan di dalam persidangan, bisa didalami, bisa didorong, bisa dilakukan, dibuka kembali untuk dilakukan pemeriksaan," kata Pujiyono.
Pujiyono menegaskan, pada dasarnya, pengungkapan pelaku lain bakal sah jika ada dua bukti permulaan yang cukup. Menurutnya, bukti itu bisa digali selain dari pelaku lapangan, atau selain dari Pollycarpus.
"Meskipun pelaku operasional di lapangan sudah tidak ada, tapi terkait pelaku yang turut serta atau aktor, tentunya harus tunduk pada prinsip berdasarkan dua bukti cukup," tuturnya.
Banyak kasus HAM belum terkuak. Foto: Nabilla Fathiara/kumparan
Jika alasan penghentian kasus terkait daluwarsa, Pujiyono mengingatkan kasus Munir adalah pelanggaran HAM dan termasuk pembunuhan dengan rencana.
ADVERTISEMENT
Di dalam Pasal 78 KUHP, batas daluwarsa pembunuhan berencana adalah 18 tahun, adapun kasus Munir baru berlalu 16 tahun. Terlebih, pelanggaran HAM berat tidak mengenal sistem daluwarsa.
Pollycarpus adalah orang yang meracuni Munir di dalam pesawat dengan arsenik, ketika Munir hendak ke Belanda untuk studi S2. Ada dugaan Munir diracun saat keduanya bertemu di sebuah kedai kopi ketika transit di Singapura.
Pollycarpus divonis 14 tahun penjara dengan remisi 4,5 tahun 20 hari. Setelah dua tahun bebas murni, Pollycarpus disebut meninggal dunia karena COVID-19, setelah 16 hari dirawat di rumah sakit.
Banyak pihak meyakini Pollycarpus bukan aktor tunggal. Muchdi Pr, eks Deputi BIN yang sempat ditetapkan sebagai tersangka, dinyatakan bebas murni karena tak terbukti terlibat. Amnesty International meminta Kejaksaan Agung mengajukan PK.
ADVERTISEMENT