Ahli Psikologi Sebut Sambo Pegang Budaya Siri' Na Pacce, Apa Maknanya?

21 Desember 2022 12:39 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo, mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo, mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Ahli psikologi forensik dari RSUD Cilacap yang juga Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani mengungkap hasil pemeriksaan kepribadian Ferdy Sambo. Dia merupakan terdakwa kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua.
ADVERTISEMENT
Hasil pemeriksaan Sambo itu dibuka Reni saat dihadirkan sebagai ahli untuk memberikan pandangannya terkait kasus pembunuhan Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Dalam keterangannya, Reni menyinggung soal budaya siri', filosofi hidup yang dikenal di Sulawesi. Sambo dinilai memegang teguh budaya tersebut.
"Sebagai orang Sulawesi Selatan yang hidup dalam budaya yang teguh memegang budaya siri' na pacce, ini memang mempengaruhi bagaimana pertimbangan-pertimbangan keputusan dan emosi serta kepribadian dari Bapak FS [Ferdy Sambo]," ungkap Reni.
Lalu apa itu siri' na pacce?
Di Sulawesi, siri' dikenal sebagai filosofi hidup. Berkaitan dengan keteguhan harga diri. Jadi, kalau siri' na pacce, bisa dimaknai sebagai orang tersebut memegang teguh filosofi siri'.
"Jadi ada mudah self-esteem, harga dirinya terganggu apabila dia kehormatannya itu terganggu seperti itu, dan kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang terhadap tindakan yang dilakukan," kata Reni menjelaskan hasil psikologi forensik Sambo.
ADVERTISEMENT
Latar belakang itu, kata Reni, menjadi salah satu faktor pembentuk kepribadian Sambo.
Dikutip dari laman Pemprov Sulsel, menurut mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Syahrul Yasin Limpo, Siri Na Pacce merupakan filosofi hidup masyarakat Sulsel yang berarti menjaga harga diri serta kokoh dalam pendirian.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo tiba untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Secara keseluruhan, lanjut Reni, Ferdy Sambo memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Kemampuan atraksi, imajinasi, dan kreativitasnya sangat baik.
Cara berpikir Sambo disebut lebih ke arah praktis dibanding teoritis. Pola kerjanya tekun, motivasinya berprestasinya tinggi untuk mencapai target yang melebihi dari target yang diberikan kepadanya. "Itu secara umum," kata Reni.
"Dan kemudian tipe kepribadiannya pada dasarnya Pak FS [Ferdy Sambo] ini merupakan individu yang kurang percaya diri, dan membutuhkan dukungan orang lain di dalam bertindak dan mengambil keputusan, terutama untuk hal-hal yang besar," ungkap Reni.
ADVERTISEMENT
Reni mengungkapkan, bahwa Sambo punya pengalaman kecil yang membuat dia merasa nyaman apabila ada orang-orang yang melindungi di sekitarnya.
"Dan dalam situasi kondisi normal, FS akan terlihat dan sebagai figur yang baik dalam kehidupan sosialnya, dan patuh pada aturan norma, dapat menutupi kekurangan-kekurangannya dan masalah-masalahnya," kata Reni.
"Jadi bukan berarti yang bersangkutan tidak mampu melanggar norma dan menggunakan kecerdasannya untuk melindungi diri di dalam situasi-situasi terdesak," tambah Reni.
Situasi-situasi mendesak itulah, kata Reni, yang bisa memantik yang bersangkutan meluapkan emosinya. Terlebih bila berkaitan dengan harga diri.
"Sekalipun itu terjadi pada pribadi yang sudah lama bergelut di bidang hukum?" sanggah Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Iya," jawab Reni.
"Dan memang sudah mempunyai pengalaman yang sangat banyak di bidang Reserse itu pun tidak bisa mengendalikan emosinya. Padahal, dia sehari-hari berhubungan dalam tanda kutip penjahat?" tanya jaksa lagi.
ADVERTISEMENT
"Iya betul. Dalam keadaan normal itu, ada upaya-upaya rasional untuk mengendalikan diri, tapi di dalam situasi ada hal yang memang mengganggu kondisi emosional dan self-esteemnya, nah, ini yang kemudian bisa menjadi orang yang sangat dikuasai emosinya," terang Reni.