Ahli Sebut Varian Omicron Tak Bisa 100% Dicegah: Sebagian Besar Gejala Ringan

17 Desember 2021 14:43 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona Omicron. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona Omicron. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kasus corona varian Omicron pertama di Indonesia terdeteksi pada seorang petugas kebersihan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, yang tak punya riwayat perjalanan ke luar negeri dan juga tak bergejala.
ADVERTISEMENT
Melihat pekerjaannya di pusat isolasi pasien COVID-19, yang juga berdekatan dengan Wisma Pademangan sebagai tempat karantina, tentu membuatnya berisiko tertular.
Ahli wabah dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, masuknya varian Omicron ini merupakan sesuatu yang memang sudah diprediksi. Namun tak diketahui kapan pastinya walau upaya pencegahan seperti karantina telah dilakukan.
"Walaupun kita berusaha menangkalnya tapi, kan, menangkal tidak bisa mencegah 100 persen," kata Pandu kepada kumparan, Jumat (17/12).
Berdasarkan hasil penelitian sementara, varian Omicron menunjukkan penyebaran yang tergolong cepat. Namun, ejala yang ditimbulkan pun cenderung ringan dan bahkan tak ada. Hal ini juga yang membuatnya mudah bertransmisi.
Epidemiolog UI, Pandu Riono. Foto: Dok. Pribadi
"Karena mendeteksi Omicron enggak mudah. Sebagian besar itu bergejala ringan, OTG [orang tanpa gejala]," imbuh Pandu.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, saat ini pemerintah tengah mengupayakan reagen tes PCR khusus yang dapat menjadi alat skrining varian Omicron.
Varian ini diketahui dapat menyebabkan S gene target failure (SGTF) yakni tak terdeteksinya gen S pada sampel. Fenomena ini yang digunakan untuk mempermudah skrining kasus Omicron.
Oleh karena itu, ditemukan adanya 5 kasus probable Omicron di Indonesia selain kasus pertama menunjukkan saat dites PCR dengan reagen khusus, hasilnya memiliki SGTF. Hal ini harus dibuktikan dengan whole genome sequencing yang juga masih menunggu hasil di Balitbangkes.
"Semenjak pakai jadi banyak probable. Artinya setelah reagen itu dipakai curiga semakin banyak. Dulu enggak curiga karena enggak bisa deteksi. Akhirnya mungkin saja sebenarnya sudah beredar tapi baru ketahuan kemarin," tutup Pandu.
ADVERTISEMENT