Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ahli UGM Beri Wejangan: Baleg DPR Salah Kaprah Pilih Putusan MA
21 Agustus 2024 20:25 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah membahas revisi UU Pilkada hari ini, Rabu (21/8). Baleg DPR menuai sorotan saat menentukan putusan yang dirujuk terkait batas usia pencalonan kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Pembahasan itu terjadi saat rapat kerja masuk dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) bersama panitia kerja (Panja).
Saat diskusi terkait batas usia tersebut, terjadi pembahasan yang cukup alot. Sebab ada dua putusan berbeda yakni dari Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Meski pada akhirnya, Panja DPR lebih memilih putusan MA dibandingkan putusan MK dalam merevisi UU Pilkada soal batas usia pencalonan kepala daerah itu.
Pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fatahillah Akbar menilai putusan yang dikeluarkan oleh MK sejatinya lebih memiliki kekuatan hukum dibandingkan MA.
"MK itu memberikan putusan terhadap UU, sedangkan MA terhadap aturan di bawah UU," ujar dia saat dikonfirmasi, Rabu (21/8).
"Jadi ya MK dari segi hierarki peraturan, putusannya lebih memiliki kekuatan hukum," katanya.
Menurutnya, DPR justru salah kaprah dalam memahami dua putusan tersebut. "Iya [salah kaprah], tidak melihat substansi secara mendalam," pungkas Fatahillah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan putusan MA, batas usia calon kepala daerah untuk tingkat gubernur dan wakil gubernur adalah minimal 30 tahun saat dia dilantik. Sedangkan calon usia wali kota, wakil wali kota, bupati dan wakil bupati ada 25 tahun saat dia dilantik.
Sementara putusan MK dalam pertimbangannya, batas minimal usia calon kepala daerah adalah minimal berusia 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon. Artinya sebelum dia dilantik.
Pembahasan di Baleg
Saat pembahasan, Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi pun meminta pandangan dari masing-masing fraksi. Politikus Gerindra Habiburokhman kemudian mengatakan, mau memilih putusan MA atau MK, tergantung masing-masing pilihan parpol.
Kemudian, politikus PDIP Putra Nababan mempertanyakan hasil dari diskusi ini.
"Terus yang diputuskan pakai putusan apa?" tanya Putra.
ADVERTISEMENT
"Merujuk pada putusan Mahkamah Agung. Mayoritas," kata Baidowi.
"Sudah dihitung per fraksi pimpinan? Sudah ditanya siapa yang setuju siapa yang tidak setuju pimpinan?" tanya Putra.
"Kan kan kelihatan dari tadi," kata Baidowi.
"Tadi kalau enggak salah baru dua yang ngomong," ucap Putra.
"Silakan lanjut," kata Baidowi.
"Enggak perlu atur fraksi lain, yang penting PDIP sudah menyampaikan pendapatnya. Fraksi lain setuju menyampaikan pendapatnya, saya kira fair saja," tambah Baidowi.
Sementara politikus PDIP lainnya, Arteria Dahlan, mengatakan putusan yang sudah jelas harus diakomodir. Ia menilai putusan MK sudah sangat jelas.
"Kalau sekalipun mengenai usia di Pasal 7 ayat 3 kita katakan open legal policy, kami khawatir menjadi kekeliruan, karena apa? Apa pun nanti diputuskan teman-teman karena kami hanya satu suara, kita akan terima tapi jangan sampai rapat kita yang dihadiri orang-orang yang pintar ini sia-sia," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, dalam diskusi itu, Baleg DPR RI menetapkan untuk merujuk pada putusan MA, yang menyatakan batas usia calon kepala daerah dihitung saat pasangan calon tersebut dilantik.