Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Dittipideksus Bareskrim Polri kembali memeriksa mantan presiden yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin soal dugaan penyelewengan dana, pada Kamis (21/7). Dengan ini, Ahyudin menjalani pemeriksaan untuk yang kesembilan kalinya.
ADVERTISEMENT
Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Kombes Pol Andri Sudarmaji membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Ahyudin hari ini. Dia menyebut, Ahyudin dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada pukul 10.00 WIB.
"Jadwal pemeriksaan ACT , Ahyudin (pendiri, ketua pengurus & eks presiden yayasan ACT), jam 10.00 WIB," kata Andri kepada wartawan.
Selain Ahyudin, lanjut Andri, pihaknya juga akan meminta keterangan dari Ketua Pembina ACT, Imam Akbari dan Senior Vice President Global Islamic, Hariyana Hermain.
Ketiganya bakal dimintai keterangan mengenai kasus dugaan penyelewengan dana Boeing yang mengalir ke ACT.
"Imam Akbari (Ketua Pembina yayasan ACT) jam 11.00 WIB, Hariyana Hermain (Senior Vice President Global Islamic) jam 13.00 WIB. Masih sama, terkait penyimpangan dana dari Boeing dan donasi lainnya oleh Yayasan ACT," terangnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim Polri menduga dana bantuan CSR dari perusahaan Boeing itu diselewengkan oleh Yayasan ACT.
"Penyaluran dana sosial/CSR kepada ahli waris dari korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada tanggal 18 Oktober 2018 di mana total dana sosial/CSR sebesar Rp. 138.000.000.000," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan lewat keterangannya, Sabtu (9/7).
Ramadhan menuturkan, dana CSR itu terbagi dua jenis bentuk bantuan, yakni dana santunan senilai USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000, dan dana sosial senilai USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000 untuk setiap ahli waris korban. Jika ditotalkan sekitar Rp 139 Miliar.
"Pihak Boeing memberikan 2 jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000,-, serta bantuan non tunai berupa dalam bentuk dana sosial/CSR sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.00," rinci Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, jumlah bantuan itu tak diberi tahu pihak ACT terhadap ahli waris. Ramadhan menyebut, pihak ACT hanya mengirimkan berupa formulir persetujuan yang harus diteken ahli waris.
Ahyudin sebelumnya mengaku dirinya telah siap bila nantinya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penyelewengan dana tersebut. Saat ini kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan di Bareskrim Polri.
Namun, kata Ahyudin, dia berharap ke depannya ACT tetap bisa eksis untuk memberikan manfaat kepada masyarakat Indonesia.
"Oh iya apa pun dong [siap jadi tersangka], apa pun jika sewaktu-waktu ke depan begitu ya saya harus berkorban atau dikorbankan ya," jelasnya.