Ajukan PK ke MA, KPK Minta Syafruddin Dipenjara 15 Tahun di Kasus BLBI

9 Januari 2020 15:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, usai keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, usai keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, dalam kasus BLBI.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya PK itu, KPK meminta majelis hakim MA agar menghukum Syafruddin selama 15 tahun penjara, sebagaimana putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Syafruddin selama 13 tahun penjara. Hukuman Syafruddin naik di tingkat banding menjadi 15 tahun penjara.
"Memohon supaya majelis hakim PK pada Mahkamah Agung memutus, menjatuhkan pidana terhadap termohon PK Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagaimana putusan pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, nomor 29/pid.sus-TPK/2018/PT-DKI, tanggal 2 Januari 2019," kata jaksa penuntut umum KPK, Haerudin, saat membacakan memori PK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/1).
Jaksa KPK kemudian membeberkan alasan pengajuan PK. Di antaranya adanya dugaan kekhilafan hakim pada tingkat kasasi. Menurut jaksa, majelis hakim dalam pertimbangan putusan kasasi hanya mengambil dalih-dalih yang diuraikan kuasa hukum Syafruddin.
Sidang PK Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/1). Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
Sedangkan, fakta-fakta yang disampaikan jaksa dalam tuntutan, di mana sudah dinyatakan terbukti oleh hakim PN Tipikor dan PT DKI Jakarta, tidak dipertimbangkan dan malah dikesampingkan oleh majelis hakim.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, pemohon PK berpendapat terdapat pertentangan antara amar putusan dengan pertimbangan hakim dalam putusan perkara a quo, dalam hal ini merupakan suatu kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata dan merupakan alasan PK Pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP," ujar Haerudin.
Dalam memori PK, jaksa juga mencantumkan adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakim ad hoc tipikor pada MA, Syamsul Rakan Chaniago.
Dalam kasus ini, sebelumnya Syafruddin didakwa melakukan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI untuk BDNI yang dimiliki Sjamsul Nursalim. Akibat perbuatannya itu, negara dinilai mengalami kerugian Rp 4,8 triliun.
Tetapi di tingkat MA, Syafruddin divonis lepas. Dalam pertimbangan dua hakim kasasi, perbuatan Syafruddin dinilai bukan korupsi, melainkan perdata atau administrasi.
ADVERTISEMENT