Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Akademisi UGM Gelar Aksi Tolak Revisi UU TNI dan Dwifungsi TNI
18 Maret 2025 15:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Civitas akademika UGM mulai dari dosen, pekerja, hingga mahasiswa UGM hadir bersolidaritas bersama di mimbar bebas "Tolak Revisi UU TNI" di Balairung UGM, Selasa (18/3).
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan, massa aksi datang dengan membawa sejumlah poster. Di antaranya bertuliskan "#TolakRUUTNI" hingga "Kembalikan Tentara ke Barak".
Selain civitas akademika UGM, turut hadir pula dosen UII. Termasuk Rektor UII Fathul Wahid.
"Perjumpaan pada siang hari ini sebenarnya jelas bagi kita karena penandanya adalah wakil rakyat kita tidak mau dengar atas aspirasi yang sebenarnya sudah banyak disampaikan di ruang publik," kata Dosen Fakultas Hukum UGM Herlambang P Wiratraman dalam orasinya.
Herlambang mengatakan revisi UU TNI akan mengikis supremasi sipil, memasukkan gagasan-gagasan di mana jabatan militer bisa masuk ke kekuasaan sipil.
Tujuan aksi hari ini kata Herlambang adalah kampus tolak dwifungsi militer, lawan militerisme, dan mengingatkan penguasa yang sekarang ini semakin susah untuk mendengar suara rakyat.
ADVERTISEMENT
Herlambang melihat tak ada urgensi mengapa UU TNI harus direvisi. Menurutnya ada banyak Undang-Undang lain yang penting yang perlu direvisi, diperbaiki, atau dibentuk.
"Kalau bicara kesejahteraan, kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI. Kita tahu TNI juga perlu sejahtera tetapi warga negara bangsa kita semuanya harus sejahtera," katanya.
Pembacaan Pernyataan Sikap
Dosen FIB UGM Ahmad Munjid yang membacakan pernyataan sikap "Kampus Jaga Reformasi, Tolak Dwi Fungsi" menjelaskan supremasi sipil dan kesetaraan di depan hukum menjadi prinsip mendasar yang harus diletakkan dalam pikiran kenegarawanan.
"Ini adalah prinsip Negara Hukum demokratis dan secara eksplisit dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945-UUD 1945. Tentara Nasional Indonesia, TNI dan ketentuan yang mengaturnya, harus tunduk pada konstitusi," katanya.
ADVERTISEMENT
Prinsip ini jadi bagian penting dalam semangat reformasi 1998 yang tertuang dalam TAP MPR Nomor X Tahun 1998, TAP MPR Nomor VI Tahun 1999 dan TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000.
"Pelanggaran hukum, tindakan pidana, yang dilakukan oleh militer, haruslah tunduk di bawah sistem hukum pidana sipil. Bila hal mendasar seperti ini saja tidak pernah diupayakan sungguh-sungguh dalam bernegara, maka tak mengejutkan, TNI akan banyak melakukan kesewenang wenangan, dan bahkan kerap tanpa pertanggungjawaban hukum, atau impunitas," tegasnya.
Katanya, selama ada sistem hukum impunitas terhadap TNI, maka pembicaraan apa pun tentang peran TNI menjadi tak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI.
Lanjut Munjid, apalagi proses revisi UU TNI dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah bukan di gedung DPR.
ADVERTISEMENT
"Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya 'partisipasi publik yang bermakna' dalam pembentukan hukum. Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum," katanya.
Lanjutnya, draf revisi UU TNI juga mengancam independensi peradilan dan memperkuat kekebalan hukum anggota TNI.
"Kami merasakan bahwa, usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI. Menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan. Ini bertentangan dengan prinsip Negara Hukum demokratis," katanya.
Hal ini akan membawa bangsa ini kembali ke keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru.
Poin pernyataan sikap civitas akademika UGM:
ADVERTISEMENT
Puisi "Kami Malu Pak Dirman"
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid yang turut hadir turut membacakan puisi berjudul "Kami Malu Pak Dirman". Berikut bait puisinya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ditemui soal acara, Fathul pun menjelaskan makna puisi yang dia banggakan.
"Saya mengajak Bapak Ibu kawan-kawan tentara, ada tokoh yang luar biasa yaitu Jendral Sudirman yang bahkan ketika badannya tidak memungkinkan untuk orang normal beliau tetap berjuang untuk bangsa ini. Pak Dirman bergerilya untuk bangsa dan negara bukan untuk mendapatkan tahta," kata Fathul.
Fathul mengatakan kehadirannya di UGM ini sebagai bentuk solidaritas yang menghubungkan akal sehat lintas lembaga di Yogya untuk menyuarakan kegelisahan.
Menurut Fathul aspirasi sudah cukup lama beredar di ruang publik ternyata diabaikan begitu saja.
"Terkait dengan rencana revisi UU TNI yang kita tahu pernah suatu masa di Indonesia ketika dwifungsi ABRI saat itu ternyata menyisakan banyak luka. Kita tidak ingin sisi gelap itu akan terulang kembali," katanya.
ADVERTISEMENT
UII menurut Fathul sepakat menolak revisi UU TNI. Dia mengatakan akan ada dampak yang besar ketika dwifungsi TNI kembali terjadi.
"Ketika dwifungsi aktif banyak yang kita sesali saat ini. Mulai dari supremasi militer yang itu sangat mungkin bermuara pada represi sipil, kemudian yang lain juga ada banyak kekerasan saat itu, yang kita tidak ingin itu kembali terulang. Ingatan terhadap sejarah itu seharusnya membuat kita sadar bahwa bayangan untuk kembali ke pola yang sama harus kita tolak," pungkasnya.