Akankah Bumi Mengalami Kepunahan Massal Akibat Penipisan Ozon?

1 Juni 2020 6:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fenomena alam halo matahari.
 Foto: Dok. LAPAN
zoom-in-whitePerbesar
Fenomena alam halo matahari. Foto: Dok. LAPAN
ADVERTISEMENT
Sejumlah ilmuwan meyakini kalau bumi akan mengalami kepunahan karena sejumlah sebab. Mulai dari dampak asteroid, aktivitas geologi, hingga letusan gunung berapi.
ADVERTISEMENT
Tapi, kini ada penyebab lainnya yang perlu dikhawatirkan yakni penipisan ozon. Hal itu bukan tanpa sebab, ada catatan hasil fosil di mana terjadi peningkatan paparan radiasi Ultraviolet (UV) yang dipancarkan dari matahari akibat penipisan.
Ahli Meteorologi dan juga pengajar di Meteorologi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Deni Septiadi, punya paparan khusus mengenai lapisan ozon ini.
Dalam keterangannya kepada kumparan, Senin (1/6), Deni menerangkan, lubang ozon merupakan perlindungan di lapisan Stratosfer (10-50 km di atas permukaan).
Secara spesifik ozon berada di ketinggian 15-30 Km dari permukaan bumi, di mana keberadaannya berfungsi menyerap sebagian besar radiasi Ultraviolet (UV) dari matahari yang berbahaya bagi manusia.
Sidak pabrik industri yang mencemari lingkungan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Artinya jika tidak ada lapisan ozon, maka tak terbayangkan kerusakan yang ditimbulkan oleh paparan radiasi sinar ultraviolet," jelas Deni.
ADVERTISEMENT
Deni menerangkan, senyawa CFC ini ini bahkan mudah ditemukan, di antaranya sebagai bahan pembuatan semprotan aerosol, pelarut dan pendingin.
"Bahkan tercatat, pada tahun 1987 lapisan ozon sangat mengkhawatirkan sehingga muncul perjanjian internasional Protokol Montreal untuk membatasi zat-zat yang dapat merusak lapisan Ozon. Baru kemudian pada tahun 2000an keadaan lapisan mulai membaik dengan pengurangan penggunaan zat CFC," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Deni menerangkan, menurut beberapa pengamatan yang dilakukan oleh NASA dan NOAA pada lapisan atas atmosfer di Antartika, secara dramatis hanya terjadi sedikit penipisan ozon antara bulan September di bulan Oktober 2019, yang menghasilkan lubang terendah yang diamati di lapisan pelindung bumi sejak 1982.
"Tercatat pada tanggal 8 September lubang ozon mencapai luas sekitar 16,4 juta km², dan kemudian menurun hingga mencapai ukuran sekitar 10 juta km²," urai dia.
Gambar satelit NASA menangkap parahnya kabut asap di Kalimantan. Foto: MODIS/NASA via NASA Earth Observatory.
Hal ini, lanjut Deni, tentunya bernilai positif bagi lingkungan, karena mengindikasikan bumi sedang memperbaiki diri (earth healing) akibat pemanasan global (global warming).
Deni mengungkapkan sedikit konklusinya bahwa penipisan lapisan ozon dapat merupakan respons alami terhadap perubahan iklim dan pemanasan secara global.
ADVERTISEMENT
Deni mengatakan jika perubahan iklim dan pemanasan global akibat meningkatnya pemakaian gas-gas rumah kaca seperti CFC disinyalir paling merusak lapisan ozon.
Senyawa CFC itu sendiri, sambung Deni, ternyata dapat diproduksi secara alami ataupun non alami dari pembakaran bahan bakar minyak, lautan, dan aktivitas antropogenik sehingga menjadi sumber Metil Klorida (CH3Cl) yang naik ke atmosfer dan akan memecah lapisan ozon.
ADVERTISEMENT
"Perlu dipahami bahwa peningkatan temperatur bumi secara alami dapat menghasilkan proses katalis dari senyawa Metil Klorida tadi. Jadi perbaikan ozon utamanya adalah dengan menekan laju perubahan iklim, pemanasan global dan menjauhi pemakaian zat-zat atau senyawa yang merusak ozon secara massif," beber Deni.
Foto udara areal persawahan Desa Kawengen, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Foto: Antara/Aji Styawan
Deni menyampaikan, lama proses healing atmosfer bumi itu sendiri sulit ditentukan secara pasti mengingat semua proses yang terjadi di atmosfer adalah proses non linier yang melibatkan banyak faktor.
"Oleh karena itu, penting bagi kita dengan kesadaran untuk menjaga bumi dengan tidak hanya menekankan pada adaptasi namun mitigasi," tutup dia.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
ADVERTISEMENT