Akar Masalah Penolakan Upacara Odalan di Bantul: Miss Komunikasi

18 November 2019 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan Utiek Suprapti (kanan) dan Bupati Bantul Suharsono (kedua kanan). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Utiek Suprapti (kanan) dan Bupati Bantul Suharsono (kedua kanan). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Upacara odalan di Dusun Mangir Lor RT 02, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta mendapat penolakan warga setempat pada 12 November lalu. Alasannya, warga menganggap upacara yang digelar oleh Paguyuban Padma Buwana itu tidak berizin.
ADVERTISEMENT
Upacara Odalan ini memiliki makna yang dipercaya akan membawa umatnya ke dalam sebuah kehidupan beragama yang lebih baik. Upacara odalan merupakan sebuah ritual untuk menghormati dewa yang berada di sebuah Pura. Di situ ada situs atau pura peninggalan Ki Ageng Mangir.
Menindaklanjuti polemik ini, Pemerintah Kabupaten Bantul menggelar pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Setelah tiga jam rapat, disimpulkan masalah yang terjadi adalah miss komunikasi.
Pertemuan Utiek Suprapti (kiri) dan Bupati Bantul Suharsono (kanan). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Utiek Suprapti selaku pemangku paguyuban juga menyatakan membubarkan Paguyuban Padma Buwana dan menyatakan diri komunitas mereka berada di bawah maungan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) DIY.
“Sekarang (Utiek) sudah menyatakan menjadi umat Hindu di bawah naungan PHDI DIY. Ini sudah jelas tidak ada permasalahan lagi kalau kemarin kan cuma miss komunikasi belum ada kejelasan beliau ini (penghayat) kepercayaan atau (anggota) MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) atau Hindu. Tapi tadi sudah ada klarifikasi dan pernyataan seperti itu,” kata Muhammad Irwan Susanto Kepala Desa Sendangsari, usai pertemuan, Senin (18/11).
ADVERTISEMENT
Irwan menjelaskan sudah tidak ada yang dipermasalahkan lagi. Dia memastikan bahwa Utiek tetap bisa melaksanakan ibadah sesuai ajaran Hindu dengan aman dan tenang.
Dalam rapat tersebut juga menjelaskan gamblang bahwa tempat ibadah yang berada di depan rumah Utiek merupakan sanggar pemujaan bukan pura, sehingga tidak memerlukan izin.
Pertemuan Utiek Suprapti (kiri) dan Bupati Bantul Suharsono (kedua kanan). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
“Masalah tempat ibadah itu belum menjadi pura artinya harus butuh proses untuk legalitas (kalau jadi pura). Tapi itu sanggar pemujaan tadi menyampaikan sanggar pemujaan dan itu lebih memperjelas karena belum ada sosialisasi. Artinya ketika sanggar pemujaan untuk keluarga. Kalau mendatangkan orang banyak harus disosialisasikan. Ya, sesuai ajaran Hindu dan memang tidak ada aturan izin tidak ada masalah (ada umat yang datang),” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Utiek mengatakan, saat ini komunitasnya sudah di bawah pembinaan agama Hindu Kanwil Kemang DIY. Kepada Bupati dia memohon agar kegiatan ibadahnya ke depan bisa mendapat jalunan kemanan dan kenyamanan. Terlebih jika keluarganya turut beribadah bersama.
“Mohon izin ketika bulan purnama dan pada purnama tilem dan hari-hari besar agama Hindu keluarga kami, pada datang ke tempat kami. Di tempat saya sanggar pamujan keluarga tapi karena keluarga saya keluarga besar, untuk itu bahwa keluarga saya dari luar kota setahun sekali pulang kampung mengadakan doa bersama doa leluhur kalau di dalam Hindu disebut piodalan,” ujar Utiek.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Bantul Suharsono pun menyatakan tidak ada larangan bagi Utiek untuk beribadah sesuai keyakinannya. Dia hanya menyarankan kepada warganya agar lebih intens berkomunikasi agar hal serupa tak terulang di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
“Intinya sudah tidak ada masalah lagi, tidak ada yang salah di sini. Hanya kita miss komunikasi saja. Tadi kita sarankan untuk selalu komunikasi sosialisasi. Saya tidak melarang itu untuk kebaktian ternyata ibu Utiek juga statusnya sudah beragama Hindu,” kata Suharsono.
Dia juga mempersilakan Utiek mengurus izin jika sanggar pemujaannya akan dijadikan pura. Suharsono tidak akan melarang agama manapun selama legalitasnya diakui oleh negara.
“Silakan tempat Bu Utiek kalau untuk ibadah (pura), silakan ngurus izinnya untuk masjid gereja dan lain sebagainya. Ibu untuk agama Hindu (pura) wong gratis kok. Saya bikin mudah dan gratis kok. Semua agama statusnya sama semua, tidak ada beda-beda,” pungkas dia.
Di sisi lain, Heri Sujoko Ketua MLKI Kabupaten Bantul mengatakan Utiek memang sudah mengajukan izin Paguyuban Padma Buwana. Namun karena mengundurkan diri maka izin tidak lagi diproses di kementerian.
ADVERTISEMENT
“Mengundurkan diri berarti membuat surat lagi tidak memproses di kementerian. Izin dari kementerian kan nanti dicek dari kementerian. Untuk (paguyuban tersebut) masuk kayaknya nggak bisa karena sudah jelas agamanya Hindu,” pungkas dia.