Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Slamet Jumiarto (42), seorang ayah dengan dua anak itu tak menyangka keputusannya pindah ke Padukuhan (Dusun) Karet RT 8, Desa Pleret, Kabupaten Bantul, akan berbuntut panjang. Ia ditolak tinggal di daerah itu karena bukan pemeluk agama Islam.
ADVERTISEMENT
“Jadi mulai tanggal 29 Maret kemarin saya dan istri serta mulai menempati kontrakan ini. Sebelum menempati kita juga konfirmasi dulu kepada pemilik rumah dan yang mencarikan katanya tidak apa-apa non-muslim,” ujar Slamet ditemui di kontrakannya, Selasa (2/4).
Slamet yang berprofesi sebagai seniman lukis ini pada Minggu (31/3) lantas melapor ke ketua RT setempat. Di sana ia memberikan fotokopi KTP, KK, hingga surat nikah. Namun lantaran diketahui agamanya Katolik, dia dan keluarganya ditolak menempati kontrakan dan lingkungan sekitar oleh ketua RT dan kepala dukuh.
“Kemudian paginya saya ketemu ketua RT kampung itu pun juga ditolak kemudian saya ingin ketemu Pak Dukuh, cuma waktu kemarin belum tahu rumahnya belum tahu namanya. Mungkin karena saya terlalu emosi dengan hal ini kemudian saya langsung melaporkan hal ini ke sekretaris Sultan HB X (Hamengku Buwono X),” jelasnya.
Kepala Dusun (Kadus) Karet, Iswanto, membenarkan adanya penolakan itu. Menurut Iswanto, penolakan itu karena di dusunnya ada surat keputusan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Kelompok Kegiatan Dusun Karet.
ADVERTISEMENT
Surat keputusan dengan Nomor: 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 tentang Persyaratan Pendatang Baru di Pedukuhan (Dusun) Karet. Dalam surat itu disebut pendatang baru yang hendak tinggal di Dusun Karet harus Islam. Islam yang dimaksud adalah sama dengan paham yang dianut oleh penduduk di dusun tersebut.
“Aturannya itu intinya, penduduk luar Karet yang beli tanah (mengontrak) itu tidak diperbolehkan yang non-muslim. Sudah kesepakatan warga masyarakat,” ujar Iswanto, Selasa (2/4).
Iswanto mengatakan untuk perkara Slamet itu disebabkan oleh adanya kesalahan pada jasa perantara tempat di mana dia mengontrak. Sehingga, kata dia, Slamet tidak mengetahui peraturan yang ada di Dusun Karet.
“Pak Slamet masuk di Karet melalui jasa perantara, dan enggak tahu terkait aturan yang dibuat sejak 2015,” kata Iswanto.
Persoalan itu kemudian didengar dan disayangkan oleh Bupati Bantul Suharsono. Ia menilai, larangan warga non-muslim tinggal di wilayah itu adalah aturan yang keliru dan sudah diakui oleh Kepala Dusun setempat.
ADVERTISEMENT
“Awalnya itu tadi bahwa yang non-muslim dilarang karena ada aturannya. Aturannya dilihat, dicek, melanggar hukum itu. Dan yang membuat aturan sudah mengakui salah dan tidak dipakai lagi, karena itu tadi untuk kebhinekaan kita harus saling menghargai menghormati walau beda suku ras dan agama,” ujarnya.
Suharsono berharap peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi. Perangkat desa dan dusun diminta berkonsultasi dengan pemerintah kecamatan atau kabupaten setiap membuat aturan agar tidak melanggar regulasi yang lebih tinggi kedudukannya.
“Silakan kalau bikin aturan konsultasi dulu ke kabag hukum," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pleret Nurman Afandi mengaku baru mengetahui adanya surat keputusan yang melarang warga non-muslim tinggal di dusun yang masuk wilayah administrasinya itu. Nurman menyebut, meski ia tidak bisa mencabut keputusan itu, namun ia masih bisa melakukan revisi.
ADVERTISEMENT
“Revisi supaya tidak menyalahi aturan. Seharusnya (peraturannya) seluruh pendatang baru yang ingin domisili di situ baik muslim ataupun non-muslim harus mengikuti ketentuan yang ada di situ," ujar Nurman.
Meski demikian, ia juga menyalahkan Slamet yang pindah ke daerah lain tanpa mempertanyakan kesepakatan antarwarga terlebih dahulu. Pasalnya, Slamet pindah ke Dusun Karet melalui jasa perantara.
“Seharusnya, sebelum masuk, tanya dulu sebelumnya seperti apa (peraturannya),” kata Nurman.
Akhirnya, Pemda DIY pun turun tangan dengan meminta Pemkab Bantul membuat surat edaran yang berisi larangan aturan diskriminatif. Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi menginstruksikan Pemerintah Kabupaten Bantul membuat surat edaran agar kejadian seperti ini tidak kembali terjadi.
“Gubernur itu kan pembina wilayah yang punya wilayah kabupaten kota mestinya kabupaten kota menyelesaikan secara teknis di lapangan. Gubernur sebagai pembina wilayah, ya memberikan intruksi dan arahan. Intruksi ya buat edaran intruksi bahwa tidak boleh gini gitu (melarang bagi non-muslim tinggal). Kita lihat nanti perkembangan,” kata Gatot, Selasa (2/4).
ADVERTISEMENT
Gatot menjelaskan, kasus tersebut sementara ini masih diserahkan ke Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkopimda) Bantul. Nantinya, provinsi akan melangkah sesuai kewenangan, salah satunya dengan surat edaran tersebut.
Dia juga menjelaskan tidak ada larangan bagi setiap warga negara tidak untuk tinggal di mana pun.
“Yang perlu kita cermati adalah aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pihak tertentu itu yang mestinya jadi perhatian kita,” pungkasnya.