Akhir Perjalanan 2 Tahun Pelarian Eddy Sindoro

13 Oktober 2018 6:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buronan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Eddy Sindoro ditahan KPK. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buronan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Eddy Sindoro ditahan KPK. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK telah berhasil menangkap buronan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro. Eks Presiden Komisaris Lippo Group itu ditangkap usai menyerahkan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBR) di Singapura pada Jumat (12/10).
ADVERTISEMENT
KPK membutuhkan waktu hampir dua tahun untuk menangkap Eddy yang ditetapkan tersangka sejak 23 Desember 2016. Awal mula Eddy Sindoro kabur ke luar negeri itu terjadi saat proses penyidikan terhadap Edy Nasution selaku Panitera PN Jakpus, dan Doddy Aryanto Supeno yang merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugrah (anak usaha Lippo Group) sekaligus anak buah Eddy Sindoro pada Mei 2016.
Saat itu, Eddy Sindoro yang diduga sebagai otak di balik suap terhadap Edy Nasution, mangkir dari dua panggilan KPK sebagai saksi. Kala itu, Eddy Sindoro diduga kuat telah berada di luar negeri. Padahal, KPK telah melayangkan surat pencegahan ke luar negeri untuk Eddy kepada Ditjen Imigrasi pada 28 April 2016.
ADVERTISEMENT
Jelang akhir tahun 2016, KPK memutuskan untuk menaikkan status Eddy Sindoro ke tahap penyidikan dan menetapkannya sebagai tersangka suap. Keputusan KPK itu berpijak pada putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Doddy dan Edy Nasution. Dalam putusan tersebut, terungkap bahwa suap yang diberikan Doddy kepada Edy Nasution atas arahan Eddy Sindoro.
KPK kemudian memanggil Eddy Sindoro, kali ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Namun panggilan itu kembali tidak digubris. Pada akhir 2017, KPK mendapatkan kabar bahwa Eddy Sindoro diduga mencoba memperpanjang paspornya di Myanmar.
Dalam pelariannya sejak 2016 hingga akhirnya tertangkap itu, Eddy Sindoro tercatat berpindah-pindah lokasi di berbagai negara.
"Dari akhir tahun 2016 hingga 2018, ESI (Eddy Sindoro) diduga berpindah-pindah di sejumlah negara, di antaranya Bangkok (Thailand), Malaysia, Singapura, dan Myanmar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di kantornya, Jumat (12/10).
Saut Situmorang saat Konferensi Pers terkait penyerahan diri Eddy Sindoro di Gedung KPK, Jumat (12/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Saut Situmorang saat Konferensi Pers terkait penyerahan diri Eddy Sindoro di Gedung KPK, Jumat (12/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Seakan habis kesabaran, KPK pada Agustus 2018 meminta bantuan Interpol untuk memasukkan nama Eddy Sindoro dalam daftar red notice. Atas permintaan tersebut, pada 29 Agustus Eddy Sindoro dideportasi oleh otoritas Malaysia untuk dipulangkan ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada hari yang sama, Eddy Sindoro yang telah berada di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, kembali kabur ke Bangkok, Thailand. Dalam upaya kaburnya itu, Eddy Sindoro diduga dibantu oleh seorang advokat bernama Lucas yang kini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
"Setelah sampai di Bandara Soekarno-Hatta, ESI (Eddy Sindoro) kembali terbang ke Bangkok, Thailand yang diduga tanpa melalui proses imigrasi," ucap Saut.
Namun dalam pelariannya selama 2 tahun menghindari kejaran itu, Eddy Sindoro merasa lelah dan ingin kooperatif dengan KPK. Eddy Sindoro yang tengah berada di Singapura menyerahkan diri ke KBRI Singapura pada Jumat (12/10). Di hari yang sama, ia langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.
"Beberapa hari lalu, Pak Eddy menyampaikan ingin menyerahkan diri," kata Senior Liaison Officer (SLO) KBRI Singapura, Kombes Pol Joko Setiono, kepada kumparan, Jumat (12/10).
Taufiequrachman Ruki saat Konferensi Pers terkait penyerahan diri Eddy Sindoro di Gedung KPK, Jumat (12/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Taufiequrachman Ruki saat Konferensi Pers terkait penyerahan diri Eddy Sindoro di Gedung KPK, Jumat (12/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Saat komisi antirasuah itu melakukan konferensi pers terkait penangkapan Eddy Sindoro, nampak pula eks Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Ternyata dalam upaya penangkapan itu, terdapat peran Ruki dan jaringan intelijennya yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Ruki mengatakan, ada seseorang yang menjadi 'jaringan intelijennya' menelepon tentang sosok Eddy Sindoro yang mau menyerahkan diri. Kemudian Ruki menanyakan ke KPK soal kasus Eddy. Setelah itu, dia mengontak atase kepolisian di Singapura dan memastikan bagaimana prosedur bila seseorang mau menyerahkan diri.
"Dia (jaringan Ruki) ingin ES di-guidance oleh Pak TR (Taufiequrachman Ruki). Kemudian saya berkoordinasi dengan pihak KPK," kata Ruki, Jumat (12/10).
Setelah mendapat informasi dari KPK dan KBRI Singapura, Ruki kemudian memberi penjelasan soal prosedur penyerahan diri kepada pihak Eddy. Dari situ, Eddy kemudian sepakat untuk menyerahkan diri ke KBRI Singapura pada Kamis (11/10).
Ruki mengaku tidak mengenal Eddy, bahkan tidak tahu kasus yang sedang menjeratnya. Upayanya itu hanya untuk membantu proses penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
"Yang saya kenal jaringan saya, ternyata linked up, Alhamdulilah. Pemeliharaan intelijen harus terus dijaga," pungkasnya.
Eddy Sindoro kini telah mengenakan rompi oranye yang merupakan tanda sebagai tahanan KPK. Ia ditahan di Rutan Guntur selama 20 hari ke depan. Sebelum ditahan, Eddy Sindoro mengaku siap kooperatif dengan proses hukum yang dilakukan oleh penyidik KPK.
"Saya sudah tiba di sini dan siap untuk menjalani proses hukum," kata Eddy Sindoro lirih sembari digelandang ke mobil tahanan.