Akibat UU Anti-Hoaks, Politisi Singapura Harus Koreksi Status Facebook

25 November 2019 15:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Singapura. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Singapura. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Atas perintah negara, seorang politisi Singapura harus mengoreksi status Facebook yang mengandung informasi palsu atau hoaks. Ini adalah pertama kalinya undang-undang anti hoaks dipraktikkan di Singapura.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, politisi Brad Bowyer pada Senin (25/11) mengoreksi status Facebook yang ditulisnya pada 13 November lalu. Dalam status itu, politisi oposisi dari Partai Kemajuan Singapura ini menyebutkan pemerintah terlibat dalam investasi Temasek dan GIC.
Melalui statusnya, Bowyer mempertanyakan independensi Temasek sebagai perusahaan investasi negara dari pengaruh pemerintah. Menurut pemerintah, status Bowyer ini menyesatkan karena tidak sesuai fakta.
Akhirnya pemerintah melalui situsnya mengoreksi postingan Bowyer. Aduan atas postingan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Heng Swee Keat. Bowyer dianggap melanggar Undang-undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Daring atau POFMA.
Atas pelanggaran itu, kantor POFMA memerintahkan Bowyer mengoreksi postingannya. Selain melakukan koreksi, Bowyer harus menyertakan perintah koreksi dari kantor POFMA di postingannya. Selain itu, dia juga harus menyertakan tautan koreksi di situs pemerintah.
Ilustrasi media sosial Facebook. Foto: konkarampelas via Pixabay
Ini adalah kali pertama POFMA diterapkan sejak disahkan bulan lalu. Berdasarkan POFMA, penyebar konten misinformasi atau disinformasi tidak akan dihukum namun wajib melakukan koreksi atas perintah negara. Jika hoaksnya parah, postingan itu diperintahkan dihapus.
ADVERTISEMENT
Gugatan kriminal hanya dilakukan kepada mereka yang dianggap sengaja menyebar hoaks untuk merusak tatanan masyarakat. Hukumannya maksimal lima tahun penjara dengan denda 50 ribu dolar Singapura.
POFMA menuai kritik karena dianggap bisa jadi alat pemerintah mengekang kebebasan berbicara dan memberangus kritik. Namun Bowyer mengaku rela perkataannya di Facebook mendapat koreksi.
"Saya tidak ada masalah mengikuti permintaan itu karena saya merasa akan adil jika terdapat pandangan dari dua sisi dan klarifikasi dan koreksi fakta ketika diperlukan," kata Bowyer.