Aksi Gejayan Memanggil: Nanti Kita Cerita tentang Sarjana Nganggur Hari Ini

9 Maret 2020 12:25 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) akan turun ke Jalan Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, untuk menolak RUU Omnibus Law. Diprediksi akan ada seribu orang yang turun dalam aksi kali Gejayan Memanggil ini.
ADVERTISEMENT
"(Sekitar) seribuan orang," kata Humas ARB, Kontratirano, Senin (9/3).
Peserta aksi membawa spanduk di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Sementara pantauan kumparan di Jalan Gejayan sejumlah mahasiswa sudah mulai berkumpul. Mereka membawa spanduk yang berisi penolakan RUU Omnibus Law.
"NANTI KITA CERITA TENTANG SARJANA NGANGGUR HARI INI. Gagalkan Omnibus Law," tulis salah satu poster yang dibawa mahasiswa.
Peserta aksi membawa spanduk di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dalam keterangan tertulisnya, ARB mendukung berlangsungnya konsolidasi di berbagai wilayah menolak RUU Omnibus Law. Setidaknya ada 4 RUU yang dikritisi, yakni RUU Cipta Kerja, Perpajakan, Ibu Kota Negara, dan Farmasi.
"Provinsi D.I. Yogyakarta dikenal sebagai salah satu kota dengan pluralitas tinggi, maka wajar pula jika seluruh elemen masyarakat mengambil peran dalam upaya menanamkan kesadaran massa terhadap proses dan isi setidaknya empat Rancangan Undang Undang, yakni Cipta Kerja, Perpajakan, Ibu Kota Negara, dan Farmasi," jelas Kontratirano.
Peserta aksi membawa spanduk di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dijelaskannya, sedari awal RUU Omnibus Law telah menyalahi aturan. Langkah pemerintah dan DPR menutupi pembahasan Omnibus Law dianggap telah menyalahi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
"Perumusan Omnibus Law yang tidak melibatkan peran masyarakat dan lembaga atau organ terkait lainnya membuktikan pemerintah dan DPR melanggar asas good governance, keterbukaan, kepastian hukum, serta keterlibatan publik," kata Kontratirano.
Suasana di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Di sisi lain, RUU Omnibus Law dianggap akan melebarkan kesenjangan ekonomi yang bermuara pada semakin miskinnya rakyat. Hak-hak pekerja yang selama ini diperjuangkan juga dirampas.
"Omnibus Law juga mempercepat kehancuran lingkungan hidup di wilayah Indonesia, yang selain merampas hak hidup rakyat di lingkungan yang sehat dan layak, berkontribusi pada gagalnya upaya warga dunia menyelamatkan bumi dari keadaan darurat iklim," ujarnya.
Peserta aksi membawa spanduk di jalan Gejayan jelang aksi Gejayan Memanggil. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan