Aksi Pemburu Harta Karun di Samudra Indonesia

24 Januari 2017 15:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Flor de la Mar yang tenggelam di Laut Jawa. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Di negara yang dua pertiga wilayahnya merupakan perairan, keberadaan banyak harta karun di ceruk dasar laut Indonesia adalah kabar lama. Pada masa lampau, kapal-kapal perang dan dagang yang melintasi samudra Indonesia kadang bernasib sial, karam seisinya karena dihadang cuaca buruk. Jangan bayangkan teknologi navigasi saat itu secanggih sekarang.
ADVERTISEMENT
Harta karun yang terkubur dan terserak di laut itu kemudian disebut pemerintah Indonesia saat ini sebagai Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Sayangnya, belum ada perlakuan memadai terhadap BMKT, meski pemerintah perlahan meningkatkan perhatian mereka atasnya di tengah keterbatasan fasilitas dan dana.
Berkali-kali diberitakan bahwa harta karun yang ditemukan di wilayah Indonesia justru berakhir dijual di negara lain, bukannya menjadi milik Indonesia. Banyak pihak terlibat di sini, baik pemburu harta karun ilegal asing yang biasanya profesional, maupun pemburu harta karun dari negeri sendiri.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 yang diperbarui dengan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur bahwa cagar budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh negara.
Walau begitu, banyak celah dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mengeruk keuntungan dari benda-benda cagar budaya itu, salah satunya dengan berburu harta karun di laut.
ADVERTISEMENT
Penyelam mengambil harta karun bawah laut (Foto: Dok. Dirjen PRL KKP)
Soal perburuan harta karun ilegal ini tak langsung disadari masyarakat. Indonesia baru sadar sekitar tahun 1985-1986. Saat itu seorang warga Australia menemukan dan mengangkat harta karun bernilai belasan juta Dolar AS dari perairan Indonesia.
Michael Hatcher ialah orang Australia kelahiran Inggris. Dia berhasil menemukan kapal dagang milik Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie; VOC) bernama De Geldermalsen di laut Indonesia. VOC yang beroperasi tahun 1602 sampai 1799 itu punya hak monopoli atas aktivitas perdagangan di Asia.
Dari kapal De Geldermalsen milik VOC yang karam di perairan Indonesia pada tahun 1750 itu, tim Hatcher mengambil sedikitnya 126 batang emas lantakan dan 160 ribu potong keramik antik peninggalan Dinasti Ming dan Qing di Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Proyek pengangkatan harta karun pertama Hatcher di Indonesia itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar 15 juta Dolar AS yang kala itu setara Rp 16,6 miliar. Hatcher melelang barang-barang hasil temuannya itu.
Sementara Hatcher untung, Indonesia buntung. Tak kebagian sepeser pun. Maka, konon, Presiden Soeharto kala itu sampai berang.
Peraturan lantas dibuat. Aturan itu menegaskan bahwa pemerintah Indonesia merupakan pemilik sah atas cagar budaya, salah satunya Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), jika benda tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya.
Tapi sepak terjang Hatcher tak berhenti. Begitu pula perburuan harta karun laut di Indonesia. Pascapenemuan Hatcher, bisnis harta karun malah tambah bergairah.
Hatcher yang masa kecilnya dihabiskan di sebuah panti asuhan di Inggris, kembali beraksi di Indonesia. Pada 1999, ia menemukan dan mengangkat BMKT Kargo Tek Sing yang tenggelam tahun 1822 di sekitar Pulau Bangka, timur Sumatera.
ADVERTISEMENT
Aksinya mengangkat barang-barang dari “Oriental Titanic” yang memiliki panjang 50 meter dan lebar 10 meter tersebut menghasilkan ribuan ton BMKT berisi jutaan porselen berkualitas unggul dari Jingdezhen di Tiongkok --kota yang dijuluki sebagai pusat keramik Tiongkok.
BMKT yang berhasil diangkat Hatcher juga menunjukkan adanya porselen buatan era Kaisar Kangxi dari Dinasti King pada abad 17. Di kemudian hari, diketahui Hatcher menggunakan dokumen-dokumen palsu untuk mengangkat ribuan ton BMKT dari laut Indonesia itu.
Indonesia lagi-lagi sial. Merugi sementara Hatcher mengeruk untung besar. Ia melelang temuannya di Stuttgart, Jerman, pada 17-25 November 2000, dan meraup sedikitnya 30 juta Dolar AS atau setara Rp 500 miliar.
Sebagian kecil dari temuan itu kemudian jadi milik pemerintah Indonesia yang kini dipamerkan di Museum Nasional. Tapi, tentu saja, jumlahnya tak seberapa dibanding dengan yang berada di tangan para kolektor benda antik dunia.
ADVERTISEMENT
Maka Hatcher si orang asing jadi Raja Harta Karun Nusantara.
Michael Hatcher (Foto: Commons Wikimedia)
Sepak terjang Hatcher menggiring jiwa-jiwa pemburu harta karun lain. Ada yang melihat mereka sebagai arkeolog pemuja reruntuhan sejarah, ada yang sinis menganggapnya hanya pencari harta.
Banyak pihak yang menjadi pemburu harta karun yang kerap beroperasi di wilayah Indonesia dan tidak semua menggunakan cara-cara ilegal. Di antara nama-nama asing yang pernah terlibat adalah Luc Heymans dari Belgia dan Tilman Walterfang dari Jerman.
Walterfang ikut dalam proyek pengangkatan BMKT sebuah kapal Arab dari abad 9 di laut sekitaran Belitung pada 1999. Kapal tersebut mengangkut kargo dari Dinasti Tang, Tiongkok. Sementara Heymans terlibat dalam pengangkatan BMKT dari kapal era Kerajaan Sriwijaya tahun 2004 di Cirebon.
ADVERTISEMENT
Keduanya bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, sebab Indonesia memiliki sumber daya terbatas untuk mengangkat BMKT. Hasil penjualannya dibagi sama besar.
Namun pada kasus pengangkatan BMKT di Cirebon, lelang BMKT yang dijajakan dengan nilai dasar 720 miliar rupiah tersebut tak berhasil dilaksanakan. Metode jual dinilai terlalu rumit, membuat investor menarik diri.
Untuk mengangkat BMKT, Heymans dan perusahaannya mengeluarkan dana Rp 90 miliar. Biaya sebanyak itu digunakan untuk 22.000 kali naik turun dasar lautan memunguti harta karun.
Isi dari harta karun (ilustrasi). (Foto: pixabay.com)
Bagaimana gerangan para pemburu harta karun itu bekerja?
Ali Akbar, arkeolog dan pengajar di Universitas Indonesia, kepada kumparan menjelaskan rangkaian panjang proses perburuan harta karun di laut.
Pertama, memastikan lokasi harta karun. Artinya, temukan titik lokasi kapal karam. Ini bisa dilacak dari catatan purba manifes perjalanan kapal-kapal pada masa lalu dari abad ke abad.
ADVERTISEMENT
Seorang pemburu harta karun secara cermat menelusuri perkamen-perkamen berisi catatan keberangkatan kapal-kapal kargo di masa silam. Dari catatan-catatan tua itu, nama kapal yang pernah berlayar akan terlacak.
“Misal mereka bawa barang dagangan apa, rutenya, tanggal berangkatnya, tanggal sampainya. Kalau di pelabuhan tujuan enggak tercatat, ya berarti karam,” kata Ali, pekan lalu.
Menurutnya, pemain-pemain asing yang bergerak di Indonesia mayoritas berasal dari negara-negara yang dulunya punya kepentingan di Indonesia.
“Mereka dari negara-negara yang pernah ke sini (Indonesia), punya jalur sejarah di sini, punya akses arsip dari negaranya untuk lihat manifes kapal-kapal (mereka yang pernah ke sini dulu),” ujar Ali.
Ia menyebut negara-negara seperti Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris punya pengetahuan lebih memadai soal itu karena orang-orang mereka dulu akrab dengan pelayaran di perairan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kapal Laut Pencari Harta Karun (ilustrasi). (Foto: Wikimedia commons/James E. Buttersworth)
Selanjutnya, langkah kedua setelah yakin atas lokasi kapal karam, pemburu harta karun akan melakukan survei lapangan. Survei biasanya dilakukan tak melalui jalur resmi.
Pemburu harta karun menyurvei di sekitar lokasi kapal karam dengan menyamar menjadi turis asing agar tak mencurigakan.
“Mereka masuk (ke Indonesia) sebagai wisatawan, jalan-jalan, ngobrol sama masyarakat, bertanya kepada nelayan yang tahu banyak,” kata Ali. Ia mengumpamakan para pemburu harta bawah laut seperti koboi. Gerak cepatnya tak mudah terbaca. Keberadaan “turis palsu” itu tak gampang dilacak pemerintah yang tak punya cukup sumber daya.
Kapal karam saat mencari harta karun (ilustrasi). (Foto: Wikimedia commons/Jan Schotel)
“Nelayan yang mengantar (turis palsu) punya tarif sendiri. Mereka pasti tanya, ‘Nyari apa?’ Enggak mungkin mereka wisatawan biasa kalau punya permintaan ke tempat-tempat tertentu. Jadi nelayan pasti lebih banyak tahu,” kata Ali.
ADVERTISEMENT
Setelah si turis palsu dan nelayan setempat yang mengantarnya memastikan keberadaan BMKT, barulah dimulai langkah ketiga, yakni mengupayakan surat izin survei ke pemerintah.
Surat izin survei dilayangkan setelah pemburu harta karun mengetahui secara pasti lokasi BMKT. Ini untuk menghemat biaya. Jika survei dilakukan sebelum titik kapal karam dilakukan, tentulah pencarian akan memakan dana lebih besar.
Ini memang akal bulus para pemburu harta karun.
Memang seberapa besar uang yang dibutuhkan untuk berburu harta karun?
“Untuk investasi, izin survei depositnya saja sudah Rp 500 juta. Itu hanya untuk uang jaminan. Lalu pas pengangkatan kapal di Cirebon tahun 2004, lelangnya Rp 720 miliar. Enggak mungkin mereka mau investasi kalau untung cuma 50 persen,” ujar Ali.
ADVERTISEMENT
Namun ia mengakui, meski bisnis pengangkatan BMKT menjanjikan untuk besar, kepemilikan modalnya juga harus tinggi.
“Kalau pengangkatan dilakukan dengan berlayar satu-dua minggu, sekali pengangkatan saja bisa bermiliar-miliar,” tutur penulis buku Situs Gunung Padang: Misteri dan Arkeologi itu.
Sebagai perbandingan, Heymans menghabiskan dana sekitar Rp 90 miliar untuk proyek pengangkatan BMKT di Cirebon tahun 2004.
Pemburu harta karun pun mesti intens memantau pasar bak pemain saham.
“Harta karun bukan barang yang gampang dijual. Mereka harus pantau pasar dunia, supply and demand-nya gimana. Misal barang kapal karam dilepas semua, turun harganya. Jadi dia pantau pasar langsung. Dia juga butuh gudang untuk menyimpan (harta karun), dan maintenance-nya mahal, harus dirawat secara khusus. Enggak bisa sembarangan,” kata Ali.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, sesungguhnya perusahaan apapun bisa melakukan bisnis perburuan harta karun. Hingga tahun 2004, ada 30-an perusahaan yang biasa bergerak di survei pengangkatan BMKT.
Dua elemen yang penting dalam bisnis perburuan harta karun ialah modal dan tenaga ahli dari berbagai belahan dunia, termasuk penyelam profesional.
Penyelam BMKT dan harta karun (Foto: Dok. Dirjen PRL KKP)
Apakah ada orang Indonesia yang juga bergerak di perburuan harta karun?
Ali menjawab, “Ada.”
Tapi, imbuhnya, “Orang indonesia biasanya ikut aturan main. Lapor dulu, minta izin survei, minta izin penjualan. Tapi sebagian pengusaha mengeluhkan peraturan pemerintah. Katanya koordinasi rumit, (memasukkan) surat izin bingung mesti dari mana.”
Ali juga mengingatkan soal pengawasan atas BMKT yang telah diangkat. Petugas pengawas mesti ditambah. Apalagi biasanya mereka tidak tahu barang apa saja yang diangkut dari laut.
ADVERTISEMENT
“(Harta karun) yang didapat Indonesia itu jelek-jelek, yang gagal jual. Yang bagus-bagus lari ke luar negeri,” kata Ali.
Maka Indonesia, dengan tumpukan masalah yang masih bertebaran, punya satu PR berat lagi: menjaga harta harun yang berserak.
Sebagai langkah awal, Kementerian Kelautan dan Perikanan membangun pusat studi harta karun bawah laut di kantor kementerian mereka.
Semoga di masa depan, Indonesia tak terus-menerus menjadi pihak yang merugi.
Pengangkatan harta karun bawah laut (Foto: Istimewa)
Baca artikel lain terkait harta karun di Indonesia: