Aktivis HAM: Pemerintah Harus Bentuk Tim Usut Kasus Munir, Bukan Pencari Hacker

13 September 2022 20:12 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa mengikuti aksi refleksi 17 tahun kematian Munir di depan Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/9/2021). Foto: Mohammad Ayudha/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa mengikuti aksi refleksi 17 tahun kematian Munir di depan Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/9/2021). Foto: Mohammad Ayudha/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM), Bivitri Susanti, menyindir pemerintah telah salah membentuk tim. Alih-alih membentuk tim khusus untuk mengungkap dalang di balik pembunuh Munir, pemerintah justru membuat tim untuk mencari keberadaan Bjorka.
ADVERTISEMENT
Bjorka merupakan hacker yang membobol 1,3 miliar data registrasi SIM Card -- yang baru-baru ini menyinggung kasus Munir.
Dalam akun Twitter, ia menyebut dalang pembunuhan Munir ialah Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono alias Muchdi PR.
Bjorka mengungkap hal itu setelah dia -- berdasar cuitannya-- mendapat banyak tag agar mencari dalang pembunuhan Munir.
Saat pembunuhan Munir terjadi, Muchdi merupakan salah satu deputi di BIN. Muchdi pernah disidang sebagai terdakwa dan hakim memvonisnya bebas murni. Sekarang, Muchdi PR adalah Ketum Partai Berkarya.
Muchdi Purwoprandjono. Foto: AFP/ADEK BERRY
"Seharusnya pemerintah tidak usah mempermasalahkan Bjorka dan membentuk tim pencari hacker, tapi yang dibentuk seharusnya tim pengusut tuntas kasusnya (Munir)," kata Bivitri dalam diskusi peringatan 18 tahun kasus Munir di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (13/9).
ADVERTISEMENT
Pemerintah, lanjut Bivitri, seharusnya malu lantaran kasus pembunuhan Munir yang seharusnya diungkap dan dirilis pemerintah, tapi malah diungkap oleh hacker.
"Negara ini seharusnya merasa terpukul atas ketidakbenaran yang tidak diungkapkan secara resmi, tapi malah diungkapkan oleh hacker," ujar aktivis HAM dan hukum ini.
Konferensi pers peringatan 18 tahun kasus Munir di kantor KontraS, Selasa (13/9). Foto: Ananta Erlangga/kumparan

Ajang Jualan Politik

Kekecewaan atas sikap pemerintah dalam kasus Munir juga diungkapkan oleh Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana. Ia menilai pemerintah tidak memiliki komitmen yang kuat dalam menuntaskan kasus yang terjadi 18 tahun lalu itu.
"Setelah 18 tahun, sampai hari ini tidak diungkap dengan terang pelaku-pelaku tersebut. Yang diseret cuma tiga, yaitu pilot, direktur utama PT Garuda dan salah seorang staf Garuda. Sementara dalang di baliknya belum terungkap," kata Arif yang hadir secara virtual.
Akun Twitter Bjorka disuspend. Foto: Twitter
Arif menduga pemerintah sengaja membiarkan kasus ini agar tidak tuntas untuk menjadi ajang jualan politik saat memasuki tahun-tahun pemilu.
ADVERTISEMENT
"Yang menjadi soal adalah bagaimana komitmen dan langkah-langkah pemerintah mengambil keuntungan di balik pemberitaan korban. Selama dua periode ini, pemerintah bukan cuma membiarkan, bahkan ada upaya kasus ini agar tidak terungkap. Itu terlihat dari dokumen TPF yang dinyatakan hilang," ujar Arif.

Harapan pada Tim Ad Hoc Bentukan Komnas HAM

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Komnas HAM telah membentuk tim ad hoc untuk mengungkap dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus Munir. Bivritri Susanti berharap agar tim terebut melakukan tugasnya sampai tuntas meskipun komisioner Komnas HAM berganti sosok.
"Tim ini harus memiliki target yang jelas, capaian hasil kinerja dan transparansi. Tim ini juga tidak boleh mengabaikan laporan yang sebelumnya sudah ada. Termasuk eksaminasi, laporan TPF, maupun dokumen pengadilan Pollycarpus dan Muchdi," kata Bivitri.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, menilai pembentukan tim ad hoc tersebut terlambat. Meski begitu ia tetap mengapresiasinya.
"Terkait upaya Komnas HAM yang sudah membentuk tim ad hoc, saya pikir ini baik meskipun ini terlambat," katanya.
Menkominfo Johnny G. Plate. Foto: Kominfo

Jokowi Bentuk Timsus

Presiden Jokowi pada Senin (12/9), memerintahkan jajarannya membentuk tim khusus menyusul serangan siber oleh hacker Bjorka. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kominfo Johnny G Plate usai pertemuan di Istana Presiden.