Aktivis Perempuan Kritik Rencana DPR Aceh Buat Aturan soal Poligami

7 Juli 2019 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi poligami. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Rancangan qanun tentang Hukum Keluarga oleh Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membahas tentang aturan poligami. Pembahasan aturan ini diharapkan tidak menjadikan perempuan sebagai objek demi adanya anggaran untuk membuat qanun (peraturan daerah).
ADVERTISEMENT
Salah seorang aktivis perempuan Aceh, Muazzinah Yacob, mengkritik anggota dewan yang tengah membahas qanun Hukum Keluarga. Dia meminta DPRA tidak hanya membahas sebatas bab poligami saja.
“Jangan sampai ranah pokok pikiran dewan hanya sebatas bab poligami. Seringnya aturan hanya perempuan sebagai objek demi adanya anggaran buat Qanun,” kata Muazinnah, saat dikonfirmasi, Minggu (7/7).
Dikatakannya, poligami bukan persoalan "kepanikan" perempuan karena pada dasarnya semua orang tidak menafikan bahwa poligami ada dalam ajaran Islam.
Muazinnah melihat, hadirnya qanun tentang poligami hanya memaksakan perilaku secara keliru seolah poligami menjadi lifestyle bagi yang mampu. Tapi, tanpa melihat esensi dari poligami itu sendiri.
“Sejauh mana esensi aturan poligami berjalan dengan baik berbasis pada prinsip keterbukaan, kesejahteraan, dan keadilan. Jika mengatakan ingin ikut Rasulullah jangan setengah-setengah tapi secara menyeluruh. Kapan dan kenapa Rasulullah Saw berpoligami. Hal ini bukan karena Nabi "mengikuti" hawa nafsunya,” ujarnya.
Suasana Rapat Pleno terbuka hasil Pemilu 2019 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tengah merampungkan qanun Hukum Keluarga yang mengatur tentang sejumlah persoalan termasuk melegalkan poligami.
ADVERTISEMENT
Rancangan qanun tersebut masuk dalam prolega Tahun 2018. Rencananya qanun berisi sekitar 200 pasal itu akan disampaikan secara terbuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) 1 Agustus mendatang.
Salah satu bab yang ikut dibahas di dalam qanun tersebut termasuk perihal dilegalkannya poligami. Hal itu dikarenakan melihat maraknya pernikahan siri dilakukan oleh seorang suami, bahkan tanpa sepengetahuan istri pertama.
Di dalam draf Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga, poligami diatur pada BAB VIII tentang beristri lebih dari satu orang. Ada lima pasal yang membahas mengenai hal tersebut:

Pasal 46

(1) Seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang lebih dari 4 (empat) orang.
ADVERTISEMENT
(2) Syarat utama beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
(3) Kemampuan lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan tempat tinggal untuk kehidupan istri- istri dan anak-anaknya.
(4) Kemampuan tersebut harus dibuktikan dengan sejumlah penghasilan yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaan baik sebagai Aparatur Sipil Negara, pengusaha/wiraswasta, pedagang, petani maupun nelayan atau pekerjaan lainnya yang sah.
(5) Kemampuan batin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, biologis, kasih sayang, dan spiritual terhadap lebih dari seorang istri.
(6) Dalam hal syarat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, seorang suami dilarang beristri lebih dari 1 (satu) orang.
ADVERTISEMENT

Pasal 47

(1) Seorang suami yang hendak beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mendapat izin dari Mahkamah Syar’iyah.
(2) Pernikahan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga dan keempat tanpa izin Mahkamah Syar’iyah, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 48

(1) Mahkamah Syar’iyah hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari 1(satu) jika:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam Qanun ini; atau
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.; atau
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persyaratan alternatif, artinya salah satu syarat terpenuhi seorang suami sudah dapat mengajukan permohonan beristri lebih dari 1 (satu) orang meskipun istri atau istri-istri sebelumnya tidak menyetujui, Mahkamah Syar’iyah dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu orang.
ADVERTISEMENT

Pasal 49

(1) Selain syarat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), untuk memperoleh izin Mahkamah Syar’iyah harus pula dipenuhi syarat-syarat:
a. adanya persetujuan istri atau istri-istri; dan
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan istri atau istri-istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan secara tertulis atau secara lisan.
(3) Persetujuan lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan oleh istri di hadapan sidang Mahkamah Syar’iyah.
(4) Persetujuan sebagaimana pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami, jika istri atau istri-istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya paling kurang 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat pertimbangan hakim.
ADVERTISEMENT

Pasal 50

(1) Dalam hal istri atau istri-istri tidak mau memberikan persetujuan, sedangkan suami yang mengajukan permohonan izin beristri lebih dari seorang sudah mampu memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, hakim dapat mempertimbangkan untuk memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari seorang.
(2) tata cara mengajukan permohonan beristri lebih dari seorang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.