Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Aktivis Peru Tuding Tahanan Narkoba Diperas USD 100 Ribu, Polda Bali Membantah
26 Agustus 2022 12:19 WIB
ยท
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Aktivis HAM Peru menuding Polda Bali melakukan diskriminasi gender, pelanggaran HAM, dan pemerasan senilai 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,4 miliar) kepada WN Peru bernama Rodrigo Ventosilla dan Sebastian Marallano.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan oleh aktivis HAM Peru melalui akun Instagram Diversidades Trans Masculinas (DTM) atau @diversidadestm, sebuah kolektif transmaskulin di Peru.
kumparan telah mendapatkan persetujuan dari DTM menulis ulang terkait tudingan ini, Jumat (26/8).
Rodrigo Ventosilla (32) adalah tahanan Polda Bali terkait kasus narkotika jenis ganja. Rodrigo Ventosilla dinyatakan meninggal di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah, Kota Denpasar, Kamis (11/8/2022) pukul 15.10 WITA.
Dalam postingan itu, (DTM) menyatakan Rodrigo Ventosilla mendapatkan perlakuan diskriminatif rasial dan transphobia saat ditahan atas kepemilikan obat terlarang di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Sabtu (6/8).
Obat tersebut merupakan resep dokter yang berkaitan dengan kesehatan mentalnya.
Sementara itu, Sebastian Marallano ikut ditahan tanpa ada tuduhan pidana saat mendampingi Rodrigo Ventosilla. Sebastian tiba dengan jadwal dan maskapai berbeda dengan Rodrigo Ventosilla.
ADVERTISEMENT
DTM menuding polisi meminta uang sekitar 13 ribu hingga 100 ribu dolar AS [sekitar Rp 1,49 miliar] untuk membebaskan Sebastian Magallanes dan Rodrigo Ventosilla.
DTM menyatakan, polisi melakukan pelanggaran HAM kepada Rodrigo Ventosilla mengakses kesehatan, hukum, dan informasi. Polisi menolak permintaan autopsi sehingga tidak mengetahui pemicu kematian Rodrigo Ventosilla. Polisi tetap menahan Sebastian Marallano saat Rodrigo Ventosilla telah tewas di rumah sakit.
"Tidak ada yang akan mengembalikan integritas Rodrigo atau Sebastian, namun tuntutan kami adalah keadilan dan kebenaran, termasuk pelayanan yang sama terhadap warga negara kami di luar negeri tanpa preferensi kelas, jenis kelamin, etnis atau lainnya, " kata DTM.
Polda Bali Bantah Tudingan
Kabid Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto membantah seluruh tudingan aktivis HAM Peru. Satake menyatakan, tidak ada diskriminasi gender oleh polisi terhadap Rodrigo Ventosilla dan Sebastian Marallano. Terutama, saat proses pemeriksaan Rodrigo Ventosilla di Kantor Ditresnarkoba Polda Bali.
ADVERTISEMENT
"Enggaklah, semua sama saja. Pemeriksaan di polisi, kan, sudah ada SOP-nya, enggak ada terkait dengan itu (diskriminasi gender)," katanya saat dihubungi.
Satake turut membantah polisi meminta uang senilai 13 ribu hingga 100 ribu dolar AS untuk membebaskan Rodrigo Ventosilla dan Sebastian Marallano. Ia mengeklaim tidak melakukan penahanan terhadap Sebastian Marallano.
"Permintaan uang untuk bebas itu tidak benar. Yang bersangkutan belum ditahan masih dalam proses pemeriksaan tapi diamankan di dalam satu ruangan belum dalam bentuk tahanan," katanya.
Satake juga menepis pelanggaran HAM berupa akses kesehatan, informasi dan hukum. Satake menyatakan, Rodrigo Ventosilla telah didampingi pengacara. Polisi membawa Rodrigo Ventosilla ke rumah sakit saat mual, pusing dan muntah di ruangan di Kantor Ditresnarkoba Polda Bali.
ADVERTISEMENT
"Kemudian tentang kesehatan, kan, kita bawa dia ke RS Bhayangkara dan dirujuk ke RSUP Sanglah karena yang bersangkutan mual dan muntah. Yang bersangkutan ada membawa obat dokter dari negaranya terkait dia ada sakit seperti depresi," kata Satake.
Satake mengatakan, pihak keluarga sudah menyatakan menolak melakukan autopsi. Apabila keluarga hendak menginginkan rekaman medis, maka mengajukan surat permohonan ke Polda Bali.
"Terkait autopsi ada surat dari perwakilan dari keluarga yang menyatakan yang bersangkutan tidak berkenan. Sebenarnya mereka sudah ini, tapi kok tiba-tiba ada seperti itu saya juga tidak tahu," katanya.
Penangkapan dan Kematian Rodrigo Ventosilla
Rodrigo Ventosilla diamankan pihak petugas Bea Cukai Ngurah Rai karena mesin X-ray mendeteksi narkotika jenis ganja seberat 231,65 gram netto yang disimpan di dalam koper miliknya, Sabtu (6/8) sekitar pukul 18.30 WITA.
ADVERTISEMENT
Barang haram tersebut dikemas dalam dua butir pil kuning dengan tulisan contains thcyl, satu bungkus kemasan plastik merah dengan tulisan skittles berisi 19 permen jelly dan dua plastik bening berisi kue brownis.
Petugas Bea Cukai selanjutnya menyerahkan Rodrigo Ventosilla ke Ditresnarkoba Polda Bali menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Pada Senin (8/8) sekitar pukul 23.00 WITA, Rodrigo Ventosilla mengonsumsi obat antidepresan yang bukan termasuk barang sitaan.
Tak lama setelah mengkonsumsi obat, ia pusing, mual, sakit perut dan muntah sehingga dilarikan ke RS Bhayangkara sekitar pukul 23.30 WITA. RS Bhayangkara terpaksa merujuknya ke RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah karena kejang-kejang.
Rodrigo Ventosilla tiba di IGD RSUP Prof. Dr. I.G.N.G sekitar pukul 05.30 WITA. Rodrigo Ventosilla lalu dipindahkan ke ruang intermedit untuk observasi lanjutan sekitar pukul 13.30 WITA, hingga dinyatakan mengembuskan napas terakhir pada Kamis (11/8).
ADVERTISEMENT
Berkaca pada kasus ini, bagaimana cara polisi menangani perkara terhadap terduga pelaku yang mengalami gangguan jiwa?
Satake mengatakan, penyidik memang harus melakukan pemeriksaan medis sejak awal untuk melakukan mengambil langkah dalam proses pemeriksaan terhadap terduga pelaku.
"Memang harus ada medis awal untuk melakukan pengecekan. Sebenarnya dari Bea Cukai menyerahkan ke kita. Harusnya dari kita, kalau ada yang seperti itu ada pengecekan tapi saya mau cek dulu waktu itu kondisinya bagaimana, kalau kondisinya biasa aja, enggak ada masalah waktu dilakukan pemeriksaan oleh penyidik," katanya.
ADVERTISEMENT
"Memang kalau pada saat awal kalau diketahui kondisi seperti itu harus dilakukan pengecekan, nanti saya coba tanya ke penyidiknya," sambung Satake.