Aktivis soal Pria Difabel Makan Musang Diviralkan demi Konten: Itu Pelecehan

18 Desember 2024 19:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koordinator Forum Perjuangan Difabel Jawa Barat, Djumono, di Kantor NPCI Kota Bandung, Rabu (18/12/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator Forum Perjuangan Difabel Jawa Barat, Djumono, di Kantor NPCI Kota Bandung, Rabu (18/12/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi telah mengamankan 3 orang pelaku yang terlibat dalam peristiwa pria berkebutuhan khusus berinisial MAR (22 tahun) menyantap daging musang sembari dijadikan candaan, di Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Para pelaku menyuruh MAR memakan daging musang sambil merekam dan memviralkannya.
ADVERTISEMENT
Polisi mengungkap motif pelaku iseng dan ingin menaikkan follower media sosialnya.
Terkait hal ini, Koordinator Forum Perjuangan Difabel Jawa Barat, Djumono, mengatakan itu adalah pelecehan. Ia bilang MAR yang merupakan penyandang down syndrome, mestinya dihormati martabatnya, sesuai amanat Undang-Undang nomor 8 tahun 2016, bukan malah menjadi objek keisengan dan konten media sosial.
“Tidak boleh menjadikan disabilitas sebagai objek apalagi iseng seperti ini, apalagi ingin meningkatkan follower,” ucapnya saat ditemui di Kantor National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Bandung, Rabu (18/12).
“Kenapa tidak dia (pelaku) sendiri saja yang makan itu untuk dia meningkatkan ratingnya? Kenapa mesti membawa atau mengajak disabilitas, menyuruh disabilitas untuk menjadi objek itu?” ujarnya.
Dia pun menyayangkan kejadian ini, terlebih ketika itu menimpa seorang down syndrome yang pada dasarnya terbatas dalam hal kemampuan berpikir, sehingga lebih rentan.
ADVERTISEMENT
“Ini buat saya suatu pelecehan yang harus ditindak, menganggap disabilitas ini lemah, disabilitas bisa dijadikan objek yang padahal harusnya diberi pendidikan dan pelayanan yang lebih karena dia punya keterbatasan. Bukan disuruh untuk memakan sesuatu seperti itu,” katanya.
“Dengan keterbatasannya, ya jadi jelas polos saja mengikuti apa yang disuruh oleh si pembuat konten tersebut gitu,” ucap dia.
Dengan adanya kasus ini, Djumono pun menyebut bahwa kesadaran masyarakat atas hak-hak disabilitas masih memprihatinkan.
Padahal menurutnya, pemenuhan itu telah diamanatkan Undang-Undang.
Djumono menilai, memang perlu adanya tindakan tegas guna menimbulkan efek jera. Dia khawatir tindakan yang merendahkan martabat para disabilitas untuk kebutuhan konten media sosial kian bertambah di waktu mendatang.
Oleh karena itu, Ketua III Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Jawa Barat itu pun mendorong pemerintah baik di pusat maupun daerah agar lebih masif mensosialisasikan hak-hak para penyandang difabel. Tak hanya tentang poin penghormatan martabat yang tertera paling atas pada Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016, tetapi juga poin-poin lainnya dalam pasal tersebut. Berikut isi pasal 2 tersebut:
ADVERTISEMENT
Pasal 2
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan:
a. Penghormatan terhadap martabat;
b. Otonomi individu;
c. Tanpa Diskriminasi;
d. Partisipasi penuh;
e. Keragaman manusia dan kemanusiaan;
f. Kesamaan Kesempatan;
g. Kesetaraan;
h. Aksesibilitas;
i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;
j. Inklusif; dan
k. Perlakuan khusus dan Perlindungan lebih.
“Sosialisasi bahwa Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 sudah mengatur hak-hak semua disabilitas termasuk yang tadi saya sampaikan ini. Sosialisasinya harus masif juga ke seluruh-seluruh daerah bahkan sampai di tingkat-tingkat kecamatan bahwa ada hak yang sama hak disabilitas ini,” katanya.
Konten Medsos Eksploitasi Disabilitas
Menurutnya ada pola lain dalam konten video yang bertebaran di media sosial yang dinilai tak menghormati martabat disabilitas. Menurut Djumono, itu, pola itu terdapat dalam video yang kreatornya yang non-disabilitas, bertingkah menirukan keterbatasan disabilitas, baik dari misalnya cara berjalan, gestur tubuh, hingga mimik muka.
ADVERTISEMENT
“Ada yang orang non-disabilitas atau ‘normal’ mereka jalan seperti disabilitas, mereka sempoyongan seolah-olah, atau membuat kelakuan yang seperti disabilitas padahal dia seorang yang tidak disabilitas,” ucapnya.
“Ini lalu dijadikan lelucon-lelucon oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Padahal, menurutnya, sisi dari penyandang disabilitas bukan soal keterbatasan saja. Kini banyak dari penyandang disabilitas yang telah turut membuat harum nama Indonesia, seperti di kancah olah raga.
Agar fenomena prihatin di tengah era digital ini, tak terus berkembang, menurut Djumono pemerintah perlu memberi imbauan terkait konten-konten yang bisa menyinggung hak-hak disabilitas.
“Saya pikir Dinas Informasi Komunikasi, baik di tingkat provinsi, kota/kabupaten ataupun di tingkat Pusat perlu membuat, karena ini sudah marak ya, sudah cukup banyak yang melecehkan dengan membuat konten-konten tersebut, semacam flyer atau informasi di media-media dari dinas-dinas terkait itu, jangan ada lagi membuat pelecehan kepada penyandang disabilitas,” ujarnya.
ADVERTISEMENT