Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Alasan Andi Narogong Kasasi: Bukan Pelaku Utama Kasus e-KTP
9 Mei 2018 11:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Andi Narogong mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pengusaha rekanan proyek e-KTP itu keberatan dengan vonis 11 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Andi Narogong menganggap kliennya bukan pelaku utama dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pengajuan kasasi.
"Kami tegaskan bahwa klien kami bukan Pelaku Utama, karena jika dia pelaku utama, pastilah keuntungan yang didapatnya adalah yang paling besar di antara yang lainnya," kata Ketua tim penasihat hukum Andi, Samsul Huda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/5).
Menurut Samsul, kliennya bukan seorang pejabat yang berwenang langsung dalam mempengaruhi proyek e-KTP. Sehingga ia menilai tidak semestinya Pengadilan Tinggi menempatkan Andi selaku pelaku utama.
"Yang bersangkutan (Andi Narogong) bukan pejabat yang memiliki kewenangan untuk menyusun maupun mengendalikan proses penganggaran dan juga dalam pelaksanaan pekerjaan proyek e-KTP. Klien kami juga tidak punya hak untuk mengurus maupun dilibatkan langsung, karena sepenuhnya menjadi urusan pemenang lelang, yakni konsorsium PNRI," kata Samsul.
ADVERTISEMENT
Ia pun menegaskan bahwa Andi merupakan seorang justice collaborator (JC) dalam kasus ini sebagaimana putusan KPK. Hal tersebut juga diperkuat dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Menurut Samsul, pemberian status JC itu menegaskan bahwa Andi bukan pelaku utama.
Bahkan status JC Andi juga dimuat dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tetap memperberat hukuman Andi dari 8 tahun penjara menjadi 11 tahun penjara.
"Jika kenyataan sebagai Justice Collaborator dipandang sebelah mata oleh Pengadilan Banding, itu sama nilainya dengan “menganggap sebelah mata” keterangan yang sangat berguna yang signifikan membantu membuat terang peristiwa yang ada, dan hal ini pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata untuk mengelak dari tanggung jawab oleh orang lain yang peranannya jauh lebih besar," kata Samsul.
Andi Narogong dihukum 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Selain pidana penjara dan denda, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Andi untuk membayar uang pengganti sebesar 2,5 juta dolar AS dan Rp 1,168 miliar. Jumlah tersebut telah dikurangi oleh uang yang telah dikembalikan Andi sebesar 350 ribu dolar AS. Besaran hukuman itu sesuai dengan tuntutan dari KPK.
Atas putusan hakim itu, Andi mengaku menerima dan tidak akan banding. Namun pihak KPK yang kemudian mengajukan banding.
Meski besaran hukuman sudah sesuai tuntutan, KPK masih mempermasalahkan soal penerapan pasal terhadap Andi. Hakim menilai Andi terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Namun KPK beranggapan Andi terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor.