Alasan Bawaslu Tak Sanksi Politisi PDIP Bagi Uang: Belum Caleg dan Masa Kampanye

6 April 2023 12:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Politik Uang. Foto: ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Politik Uang. Foto: ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bawaslu memutuskan aksi bagi-bagi uang dalam amplop berlogo PDIP oleh politikus PDIP Said Abdullah di Sumenep, Jawa Timur pada Jumat (24/3) lalu bukanlah pelanggaran.
ADVERTISEMENT
Apa alasannya?
"Bawaslu menilai peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu, alasannya adalah secara hukum jadwal kampanye belum dimulai," ucap Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (6/4).
Menurutnya, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Tahun 2024, kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Alasan kedua, PDIP adalah partai politik peserta Pemilu 2024 yang dapat dikategorikan sebagai subjek hukum. Namun, berdasarkan fakta hasil penelusuran, peristiwa yang terjadi dilakukan atas dasar inisiatif personal.
"Dalam hal ini Said Abdullah, bukan keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," ucap Lolly.
Konferensi pers Bawaslu terkait polemik pembagian amplop di Masjid di Sumenep oleh politisi PDIP, di Media Center Bawaslu, Kamis (6/4). Dok. Foto: Luthfi Humam/kumparan
Dengan pertimbangan tersebut, peristiwa yang terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sosialisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Alasan lain, Said Abdullah meskipun sebagai pengurus atau anggota PDIP dan anggota DPR, namun yang bersangkutan bukan merupakan kandidat atau calon apa pun dalam Pemilu 2024. Belum ada yang disebut caleg saat ini.
"Hal tersebut karena tahapan pemilu belum memasuki tahapan pencalonan Anggota DPR, DPRD, DPD, atau Presiden dan Wakil Presiden," lanjut Lolly.

Imbauan Bawaslu

Namun demikian, Bawaslu mengingatkan kepada partai politik peserta pemilu maupun pihak-pihak lain untuk tidak melakukan politik transaksional seperti membagi-bagikan uang yang dapat terindikasi politik uang.
"Politik transaksional, terutama setelah penetapan calon atau pasangan calon berimplikasi pada sanksi pembatalan sebagai calon atau paslon peserta pemilu seperti diatur dalam Pasal 286 UU Pemilu," ujar Lolly.
Politik uang juga dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak 48 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 523 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pemilu.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, bila perbuatan tersebut terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka berimplikasi ke sanksi administratif berupa pembatalan dari daftar calon tetap atau pembatalan penetapan sebagai calon terpilih, sebagaimana dimaksud Pasal 285 UU pemilu.
"Selanjutnya, Bawaslu mengingatkan kepada partai politik peserta pemilu maupun pihak-pihak lain untuk tidak melakukan larangan-larangan dalam pemilu. Bawaslu mendorong semua pihak untuk menciptakan kompetisi yang adil, melakukan kegiatan politik yang meningkatkan kesadaran politik masyarakat, serta mempererat persatuan," pungkasnya.