Alasan Komisi VII Usir Dirut Krakatau Steel: Arogan, Memotong Pembicaraan

14 Februari 2022 14:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pimpinan Komisi VII DPR mengusir Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), Silmy Karim, saat rapat bersama, Senin (14/2). Saat itu sedang dibahas proyek mangkrak pabrik Blast Furnace dan kinerja impor baja nasional yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Anggota DPR yang hadir saat rapat, Lamhot Sinaga, menjelaskan alasan pengusiran. Menurut dia, Salim tidak menunjukkan sikap yang baik saat rapat bersama Komisi VII.
Silmy dinilai arogan karena kerap memotong pembicaraan pimpinan rapat dan tidak mau ditanya lebih dalam oleh anggota Komisi VII DPR.
“(Pengusiran) akibat Dirut Krakatau Steel yang arogan dan tidak mau ditanyakan lebih dalam oleh teman-teman Komisi VII. Silmy suka memotong pembicaraan pimpinan, bahkan dengan nada tinggi Silmy memotong pembicaraan,” kata Lamhot kepada kumparan, Senin (14/2).
Politikus Golkar tersebut menjelaskan bahwa Komisi VII sedang menjalankan fungsi pengawasan kepada Krakatau Steel dalam pengolahan bijih besi di Kalimantan Selatan dan proyek tanur tiup (Blast Furnace).
Suasana Rapat Paripurna DPR RI ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Terlebih, Lamhot melihat kedua proyek tersebut tidak berjalan dengan baik sehingga berpotensi merugikan negara. Oleh sebab itulah, Komisi VII ingin melakukan pendalaman.
ADVERTISEMENT
“Komisi VII sebenarnya ingin mendalami pabrik pengolahan bijih besi yang di Kalsel, yang mangkrak, dan pengoperasian Blast Furnace yang juga mangkrak. Karena ini sangat merugikan, puluhan triliun uang negara. Kenapa Krakatau Steel membiarkan mangkraknya kedua proyek ini?” tanya dia.
Ia menegaskan seharusnya Indonesia bisa menjadi pengolah biji besi karena memiliki cadangan bijih besi yang banyak. Namun, hal tersebut belum terwujud hingga saat ini.
“Belum lagi masalah importasi bijih besi sebagai bahan baku Krakatau Steel. Selama ini cenderung dipertahankan, ada apa ini? Harusnya dengan cadangan bijih besi kita yang banyak, kita mampu untuk membuat industri pengolahan bijih besi,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Hariyadi, menggarisbawahi adanya inkonsistensi manajemen Krakatau Steel dalam mengurusi proyek mangkrak senilai Rp 12,75 triliun ini, yaitu di satu sisi ingin memperkuat produksi baja dalam negeri, namun proyek ini malah dihentikan.
ADVERTISEMENT
"Jangan maling teriak maling, jangan kita ikut bermain tapi pura-pura tidak ikut bermain, dalam artian menyatakan anda ingin memperkuat, tapi ingin dihentikan, jadi mana semangat memperkuatnya," ujar Bambang kepada Hilmy dalam RDPU Komisi VII DPR, Senin (14/2).
Setelah pernyataan tersebut, Silmy langsung menyela tanggapan Bambang. "Maksudnya maling bagaimana Pak?"
Kemudian Bambang berang karena Silmy dianggap tidak patuh terhadap teknis persidangan dan tidak menghargai Komisi VII DPR setelah menyela tanggapannya. Untuk menjaga marwah pemimpin sidang, Silmy pun diminta untuk keluar dari persidangan.
"Ada teknis persidangan, karena anda sudah menjawab ingin keluar ya keluar. Silakan pihak Krakatau Steel keluar, biar kami sidang dengan Dirjen ILMATE," ujar Bambang.