Alasan PBB Tak Berani Sebut Pelanggaran HAM di Xinjiang 'Genosida'

3 September 2022 11:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tahanan di kamp pendidikan politik di Lop County, Prefektur Hotan, Xinjiang. Foto: Dok. media.hrw.org
zoom-in-whitePerbesar
Tahanan di kamp pendidikan politik di Lop County, Prefektur Hotan, Xinjiang. Foto: Dok. media.hrw.org
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) menelaah kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam laporan kekerasan terkait muslim Uighur di China yang dirilis pada Rabu (31/8). Namun, dokumen itu tidak memperhitungkan genosida.
ADVERTISEMENT
Reaksi atas laporan tersebut masih menggema pada Sabtu (3/9). Sejumlah negara tengah mempertimbangkan tindak lanjut atas temuan PBB di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).
Negara-negara itu berniat untuk membahasnya dalam sesi Dewan HAM PBB (UNHRC) mulai 12 September. Salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah tidak adanya penggunaan kata 'genosida'.
Pasalnya, tudingan genosida sulit dibuktikan dalam hukum internasional. Pembantaian sistematis itu tidak hanya mencakup tindak kejahatan untuk menghancurkan kelompok tertentu. Genosida memiliki komponen kedua, yakni niat yang terbukti.
"[Laporan ini] sangat kuat dan sangat serius," ungkap juru kampanye Amnesty International Australia, Nikita White, dikutip dari AFP, Sabtu (3/9).
"Namun, untuk menuduh genosida, PBB perlu membuktikan niat. Dan itu sangat sulit ketika akses ke Xinjiang dibatasi," lanjut dia.
ADVERTISEMENT

Temuan PBB

Kamp penjara Uighur di Dabancheng, Xinjiang. Foto: Reuters/ Thomas Peter
Para aktivis telah lama menuduh China melakukan pelanggaran HAM di XUAR. Tudingan itu meliputi sterilisasi paksa terhadap perempuan. Mereka turut meyakini adanya penahanan sewenang-wenang yang menjerat satu juta muslim, termasuk dari komunitas Uighur.
Uighur merupakan kelompok etnis dengan mayoritas penganut Islam. Komunitas minoritas itu mencakup sekitar 45 persen dari keseluruhan populasi sebanyak 25,85 juta orang di XUAR.
Berbagai negara menggambarkan tindakan pemerintah China terhadap mereka sebagai genosida. Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, dan Prancis adalah sebagian di antaranya.
Temuan terbaru lantas diharapkan dapat memperkuat kredibilitas atas tuduhan semacam itu. Tetapi, PBB enggan melayangkan tuduhan serupa terhadap pemerintah China.
Suasana di daerah otonomi Xinjiang, China. Foto: Marcia Audita/kumparan
Walaupun tidak menuliskan istilah 'genosida', OHCHR mendokumentasikan beragam bentuk pelanggaran HAM di XUAR. Meninjau dokumen resmi pemerintah China, pihaknya mencatat pergeseran populasi di wilayah barat tersebut.
ADVERTISEMENT
Kelompok etnis Han awalnya kalah jumlah lebih dari 10 banding 1 dengan Uighur di XUAR pada 1953. Komunitas mayoritas itu kini hampir setara dengan orang Uighur. Perubahan tersebut sebagian besarnya diakibatkan oleh migrasi ke barat.
Ada pun perubahan kebijakan pengendalian kelahiran yang meningkatkan hak reproduksi etnis Han di XUAR. Sementara itu, pengurangan hingga separuh dari angka kelahiran yang 'tidak biasa dan mencolok' tercatat pula, terutama antara orang Uighur.
OHCHR kemudian mengulas kenaikan tajam dalam tingkat sterilisasi di XUAR yang mencapai lebih dari tujuh kali rata-rata di seluruh China. Badan tersebut mengutip pemaksaan aborsi dan pemasangan alat kontrasepsi yang melanggar hak reproduksi.
"Ada indikasi pelanggaran hak reproduksi yang kredibel melalui pemaksaan kebijakan KB sejak 2017," tulis laporan tersebut, dikutip dari laman resmi OHCHR, Sabtu (3/9).
Ilustrasi alat KB IUD atau spiral Foto: Shutterstock
Pihaknya juga menemukan bukti kredibel atas tudingan penahanan dan penyiksaan. OHCHR menjelaskan, sebagian populasi muslim ditempatkan dalam Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Xinjiang (VETC).
ADVERTISEMENT
China sempat menyangkal keberadaan kamp kontroversial tersebut. Namun, Beijing kemudian mengakui, fasilitas itu dimaksudkan untuk deradikalisasi bagi Uighur.
OHCHR menggarisbawahi definisi rancu tentang 'ekstremisme' oleh pemerintah China. Alhasil, otoritas dapat menghukum kegiatan budaya dan agama walau tak berkaitan dengan kekerasan.
"Sebuah lingkungan diciptakan di mana praktik atau ekspresi agama atau budaya disamakan dengan 'ekstremisme' dan dapat menyebabkan konsekuensi serius," jelas OHCHR.
"Ketentuan tersebut rentan untuk digunakan–dengan sengaja atau tidak sengaja–dengan cara yang diskriminatif atau sewenang-wenang terhadap individu atau komunitas," imbuhnya.
Warga Uighur di Xinjiang, China. Foto: AFP/Johannes Eisele
Pihak berwenang mengadopsi 'ciri ekstremisme' dan 'terorisme' untuk menandai target penahanan. Interpretasi itu sering kali secara eksplisit mengasosiasikan keduanya dengan praktik keagamaan Islam.
China menandai penggunaan hijab dan pemberian nama muslim bagi anak-anak sebagai tanda-tanda ekstremisme agama.
ADVERTISEMENT
Perilaku 'ekstremis' meliputi menumbuhkan janggut hingga memiliki terlalu banyak anak pula. OHCHR lalu menyinggung laporan tentang penghancuran situs-situs suci Islam di XUAR.
"Skala penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap Uighur dan kelompok muslim lainnya dapat merupakan kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan," terang OHCHR.

Definisi Genosida

Demonstran meggunakan topeng saat menghadiri aksi solidaritas untuk Uighur di Hong Kong, Minggu (22/12). Foto: AFP/Dale DE LA REY
Bersama genosida dan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang berat dalam hukum internasional. Namun, PBB tidak menyebutkan genosida dalam laporannya. Beijing segera menanggapi keputusan itu.
"Bahkan laporan ilegal tanpa kredibilitas ini tidak berani membesar-besarkan kekeliruan genosida," tegas Kementerian Luar Negeri China.
Definisi genosida dalam artian hukum pertama kali tertuang dalam Konvensi Genosida yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 1948 setelah Perang Dunia II.
ADVERTISEMENT
Konvensi tersebut mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama.
Selain melalui pembunuhan, genosida dapat meliputi tindakan untuk mencegah kelahiran dan memindahkan anak secara paksa. Upaya menciptakan kondisi hidup yang bertujuan untuk menghancurkan kelompok secara fisik dengan sengaja juga termasuk.
Masjid di Xinjiang China. Foto: Greg Baker/AFP
Namun, definisi tersebut tidak hanya mencakup tindakan, tetapi juga niat. PBB mengakui, niat merupakan elemen yang paling sulit untuk dibuktikan.
"Perusakan budaya tidak cukup," bunyi lembar fakta PBB tentang Konvensi Genosida.
"Niat khusus inilah yang membuat kejahatan genosida begitu unik," sambungnya.
Jubir OHCHR, Ravina Shamdasani, menekankan bahwa pihaknya tidak dapat membuat penilaian tentang masalah tersebut. Sebab, informasi yang tersedia belum memungkinkan mereka untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
PBB memiliki badan yang dapat menilai risiko pelanggaran HAM berat dalam situasi tertentu, yakni Kantor PBB untuk Pencegahan Genosida. Kelompok-kelompok pekerja kemanusiaan lantas mendesak mereka untuk menyelidiki kemungkinan tindak tersebut di XUAR.
"Meskipun [laporan itu] tidak mengatakan genosida, saya pikir kelompok Uighur atau para peneliti akan menyebutnya genosida," kata Peter Irwin dari LSM Uyghur Human Rights Project.