Alasan PDIP Ingin PT 5% dan Sistem Proporsional Tertutup

12 Juni 2020 10:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Rapat Paripurna DPR Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Rapat Paripurna DPR Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tengah dibahas di DPR . Berbagai fraksi telah menyampaikan sepenggal pemikirannya terkait isu-isu krusial di dalam RUU Pemilu untuk digunakan dalam Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
PDIP sebagai fraksi dengan suara terbanyak di parlemen menginginkan parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen sebesar 5 persen dan dilakukan berjenjang. Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat mengingatkan kembali hal itu merupakan amanat Kongres V PDIP di Bali beberapa waktu lalu.
"Sistem kepartaian yang sederhana dan jumlah partai yang sedikit telah diakui sebagai prasyarat menuju sistem demokrasi Indonesia yang lebih baik dan lebih mapan. Untuk itu, kongres partai telah memutuskan PT sebesar 5 persen untuk pusat, 4 persen untuk provinsi, dan 3 persen untuk kabupaten/kota," kata Djarot kepada kumparan, Jumat (12/6).
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat (kanan) saat konferensi pers Pra Kongres di Grand Inna Bali Beach, Rabu (7/8). Foto: Dok. PDIP
"Ini bukan tiba-tiba. Gagasan ini telah diterima secara akademik dan menjadi semacam kesepakatan di parlemen, sebagai cara untuk menyederhanakan kepartaian di Indonesia," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Djarot juga menjelaskan mengapa PDIP memilih sistem proporsional tertutup untuk pemilu. Salah satu tujuannya untuk pendidikan politik dan kaderisasi berjenjang di tubuh partai.
"Salah satu tugas partai politik adalah melalukan pendidikan politik atau kaderisasi secara berjenjang dan berkelanjutan. Dengan tujuan mempersiapkan kader terbaik yang akan ditugaskan di jabatan-jabatan politik, baik eksekutif dan legislatif," papar Anggota Komisi II DPR itu.
Djarot menjelaskan, sistem proporsional tertutup di samping memudahkan rakyat dalam proses pemilihan, juga memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada partai politik dalam penyusunan caleg. Dengan sistem tersebut, kata dia, biaya politik bisa ditekan.
Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu 2019. Foto: kumparan
"Praktik pertarungan bebas di lapangan melalui money politics, transaksional dan jual beli suara dari para caleg secara otomatis dapat diminimalisir sehingga biaya politik menjadi semakin kecil," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui, NasDem, PKB dan Golkar sepakat ambang batas menjadi 7 persen, dengan tujuan menyederhanakan jumlah parpol dalam parlemen agar proses politik berjalan lebih baik. PAN, Demokrat, dan PPP menilai angka 4 persen masih ideal, sementara PDIP, Gerindra, dan PKS mengusulkan 5 persen.
Parliamentary threshold (ambang batas parlemen) merupakan syarat minimal perolehan suara yang diperoleh partai politik dari total suara sah nasional agar lolos ke DPR. Nantinya, jumlah suara itu akan dikonversi menjadi perolehan jumlah kursi di parlemen.
Selain isu tersebut, ketentuan jumlah kursi di daerah pemilihan (dapil) juga ikut dibahas. Termasuk metode konversi suara untuk perolehan kursi di parlemen.
==========
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
ADVERTISEMENT