Alasan PDIP Tak Usung Akhyar: Dia Pernah Diperiksa Kasus Penyelewengan Dana MTQ

25 Juli 2020 14:57 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Akhyar Nasution saat memberikan keterangan terkait kasus OTT Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin. Foto: ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus
zoom-in-whitePerbesar
Akhyar Nasution saat memberikan keterangan terkait kasus OTT Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin. Foto: ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kader PDIP, Akhyar Nasution, membelot ke Partai Demokrat pada Pilwali Medan 2020. Akhyar akan diusung Demokrat dan PKS yang berkoalisi dalam Pilkada tersebut.
ADVERTISEMENT
Sikap Wakil Ketua DPD PDIP Sumut tersebut membuatnya dipecat dari partai yang dibesut Megawati Soekarnoputri itu.
Ketua DPP PDIP sekaligus Plt Ketua DPD PDIP Sumut, Djarot Saiful Hidayat, menjelaskan alasan partainya tak mengusung Akhyar dalam Pilwali Medan. Diketahui PDIP belum menentukan calon yang diusung di Pilwali Medan, namun salah satu nama yang menguat ialah menantu Jokowi, Bobby Nasution.
Djarot menyatakan, Akhyar tak diusung lantaran diduga tersandung kasus hukum. Djarot menegaskan PDIP tak akan mencalonkan seseorang yang memiliki catatan kasus hukum.
"PDI Perjuangan melakukan seleksi yang ketat terhadap setiap calon kepala daerah partai. Mereka yang memiliki persoalan hukum tidak akan pernah dicalonkan partai," kata Djarot dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/7).
Politisi PDIP Djarot Saiful Hidayat minum jamu saat persiapan gladi resik HUT ke 47 PDIP di Ji-Expo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Djarot menyebut kasus hukum yang diduga menyeret Wali Kota Medan itu ialah penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 senilai Rp 4,7 miliar.
ADVERTISEMENT
"PDIP juga mencatat saudara Akhyar Nasution pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 di Jalan Ngumban Surbakti, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang sebesar Rp 4,7 miliar," tutur Djarot.
"Menjadi pertimbangan penting mengapa partai tidak mencalonkan yang bersangkutan. Betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan. Mungkin dengan bergabung ke partai tersebut (Demokrat), yang bersangkutan ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’ yang pernah menjadi slogan partai tersebut," sambung Djarot.
Djarot menambahkan, PDIP belajar dari kasus korupsi yang menjerat eks Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan Walkot Medan yang digantikan Akhyar, Tengku Dzulmi Eldin.
Akhyar Nasution bergabung menjadi kader Partai Demokrat. Foto: Dok. Istimewa
Ia tak ingin calon kepala daerah yang diusungnya pada akhirnya berakhir seperti Gatot dan Dzulmi.
ADVERTISEMENT
"PDI Perjuangan belajar dari kasus korupsi berjamaah yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sumut yang diusung PKS, Gatot Pujo Nugroho yang melebar kemana-mana. Kasus korupsi yang melibatkan mantan Walikota Medan, Tengku Dzulmi Eldon dikhawatirkan memiliki konsekuensi hukum ke yang lain," tuturnya.
Lebih lanjut, Djarot menilai koalisi Demokrat dan PKS yang mengusung Akhyar di Pilwali Medan semakin memperjelas arah koalisi di Pemilu 2024.
"Masuknya saudara Akhyar dengan dukungan dari Demokrat dan kemungkinan dari PKS semakin menunjukkan arah kebenaran koalisi pada Pileg 2024 yang akan datang," tandas Djarot.
***