Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah memutuskan batas usia minimal menikah untuk perempuan adalah 19 tahun, dari yang sebelumnya 16 tahun, dan sempat diwacanakan 21 tahun. Hal itu tertuang dalam revisi UU Perkawinan yang diajukan ke DPR.
ADVERTISEMENT
"Kami, pemerintah, tetap pada (batas usia nikah perempuan) umur 19 tahun. Karena kami dasari itu bahwa UU perlindungan (UU Perlindungan Anak-Red) itu adalah sampai 18 tahun. Jadi setelah 18 tahun, bisa 19 tahun. Tadinya kami (batas usia minimal) sekitar 19-21 tahun. Tapi akhirnya setelah melalui beberapa pertimbangan, kita putuskan setelah 18 tahun, 19 tahun," jelas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise.
Yohana menyatakan hal itu dalam jumpa pers di Gedung Kementerian PPPA, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (9/9).
Menurut Yohana, anak yang menikah pada usia 16 tahun belum memiliki cukup mental dalam membangun sebuah rumah tangga. Dalam usia itu juga, kata Yohana, hak pendidikan anak perempuan yang menikah dan telah hamil rawan tak terpenuhi.
ADVERTISEMENT
"Saya sampaikan bahwa 16 tahun itu ada hubungannya dengan bahwa anak itu secara mental belum siap, dan juga khusus anak perempuan ini kan tidak bersekolah dia. Anak perempuan kalau bersekolah, tiba-tiba hamil, melahirkan, sudah tidak melanjutkan (sekolah) lagi," ungkapnya.
Yohana menjelaskan dengan perubahan batas usia nikah perempuan dari usia 16 tahun menjadi 19 tahun, maka anak-anak tetap memiliki hak mengenyam pendidikan 12 tahun.
"Jadi anak itu harus menikmati masa anak-anak mereka. Harus bersekolah 12 tahun, itu adalah program pemerintah. Dan umpamanya sampai gagal, maka kita tidak berhasil memperhatikan tumbuh kembang anak dan bakat anak di negara ini," terangnya.
Menurut Yohana, undang-undang telah mengamanatkan pemerintah untuk memenuhi hak anak atas perlindungan, tak terkecuali perlindungan dari perkawinan usia dini.
ADVERTISEMENT
“Negara bertanggung jawab melakukan pencegahan perkawinan anak. Secara kelembagaan Kementerian PPPA mendapat mandat sejak tahun 2015 dan selanjutnya bersama 18 kementerian/lembaga dan 65 lembaga masyarakat telah melakukan mulai dari penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan yang bersifat strategis maupun teknis,” katanya.
Yohana memastikan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berisi perubahan batas usia nikah sudah ditandatangani Presiden Jokowi. Saat ini, Kementerian PPPA tengah mendesak DPR agar segera mengesahkan revisi UU itu.
“Dengan adanya surat Presiden ini, maka mendorong kami Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menyampaikan kepada para media, termasuk kepada masyarakat, juga kepada pihak DPR sehingga mendorong DPR secepatnya mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 74,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Data BPS: Angka Perkawinan Anak Masih Tinggi
Yohana mengaku perubahan batas usia nikah karena tingginya angka perkawinan anak. Hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 dan 2018.
“Data dari BPS tahun 2017, 1 dari 4 anak perempuan, sekitar 25 persen, menikah pada usia anak. 23 provinsi memiliki angka perkawinan anak di atas 25 persen. Setiap tahun sekitar 340 ribu anak perempuan menikah di usia anak,” ujarnya.
Sedang berdasarkan data BPS pada 2018, ada sekitar 11 persen perempuan menikah pada usia anak. Angka tertinggi ada di Provinsi Sulawesi Barat, yaitu 19 persen, dan terendah ada di DKI Jakarta, yaitu 4 persen.
“Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, karena anak itu kehilangan hak-hak mereka. Seharusnya dilindungi negara. Ini sudah merupakan bahwa negara ini, sedang mengarah ke darurat perkawinan anak,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT