Alasan PN Jakpus Larang Terdakwa Makar Pakai Koteka saat Sidang

20 Januari 2020 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1).
 Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjelaskan alasan melarang 2 terdakwa makar, Ambrosius Mulait dan Dano Anes Tabuni, menggunakan koteka dalam sidang.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Ambrosius dan Dano menggunakan koteka saat sidang pembacaan nota keberatan atas dakwaan jaksa (eksepsi) pada 6 Januari lalu. Dalam sidang itu, majelis hakim menegur keduanya agar tidak menggunakan koteka di sidang selanjutnya karena alasan kesopanan. Tetapi sidang tetap dilanjutkan.
Namun dalam sidang selanjutnya dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa pada 13 Januari, Ambrosius dan Dano kembali memakai koteka. Sehingga majelis hakim memutuskan menunda sidang tersebut pada Senin (20/1) ini.
Terhadap hal tersebut, humas PN Jakpus, Makmur, menegaskan tak ada niat dari majelis hakim untuk mendiskriminasi keduanya.
"Selama majelis memimpin sidang tersebut, sama sekali tak ada niat untuk menunjukkan sikap yang mengarah kepada diskriminasi atau pengucilan terhadap adat istiadat dari teman-teman di Papua," ujar Makmur di kantornya, Jakarta, Senin (20/1).
ADVERTISEMENT
Makmur kemudian menjelaskan alasan melarang keduanya memakai koteka. Pertama, kata Makmur, keduanya baru memakai koteka saat sidang. Padahal ketika dari Rutan hingga ke PN Jakpus, keduanya masih memakai pakaian biasa.
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
"Setelah dia (Ambrosius dan Dano) masuk persidangan barulah diganti pakaiannya dengan pakaian adat. Sehingga, ketua majelis menyampaikan bahwa persidangan di PN segala sesuatunya itu diatur, termasuk bahasa yang digunakan yang lazim digunakan untuk persidangan," ucap Makmur.
Alasan kedua, PN Jakpus mendapat masukan dari beberapa pengadilan di wilayah Pengadilan Tinggi Jayapura. Dari hasil koordinasi itu, pihak pengadilan di Jayapura menyebut tidak ada terdakwa yang menggunakan koteka saat sidang.
"Pada prinsipnya, penjelasan resmi pada pengadilan-pengadilan yang dimintai pendapatnya tersebut menyatakan bahwa di Papua sendiri tidak pernah ada kejadian terdakwa menghadap dalam persidangan menggunakan pakaian dalam bentuk koteka," ungkap Makmur.
ADVERTISEMENT
"Karena penjelasan dari pimpinan pengadilan sana (Papua), pakaian koteka hanya digunakan di upacara adat tertentu yang memang secara adatnya mewajibkan atau merupakan tradisi mereka untuk menggunakan koteka," sambungnya.
Adapun dalam kasusnya, Ambrosius dan Dano bersama terdakwa lain yakni Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Isay Wenda dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge, didakwa berbuat makar.
Mereka disebut menuntut kemerdekaan Papua saat demo di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD dengan mengibarkan bendera bintang kejora.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa melanggar Pasal 106 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana akibat makar ialah seumur hidup atau maksimal 20 tahun.
ADVERTISEMENT