Alat Pendeteksi Tsunami di Indonesia Rusak Akibat Vandalisme

1 Februari 2017 2:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buoy, alat pendeteksi datangnya gelombang tsunami. (Foto: Pixabay)
Alat-alat pendeteksi tsunami di Indonesia diketahui telah rusak dan tidak lagi berfungsi akibat vandalisme (ulah perusakan) dan kurangnya dana.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dilansir Associated Press, ilmuwan dari Indonesia dan Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka sebenarnya telah mengembangkan cara untuk mengurangi biaya pembuatan buoy (alat pendeteksi datanganya gelombang tsunami) dan kemungkinan untuk mempercepat waktu peringatan bagi kota-kota pesisir yang rentan terhadap tsunami.
Prototipe alat pendeteksi tsunami yang telah dibuat hampir 4 tahun itu didesain untuk mendeteksi tsunami lokal dan telah diuji coba di pesisir barat Sumatera. Namun alat itu sebenarnya masih menanti pendanaan dari pemerintah untuk bisa terhubung ke kantor-kantor kebencanaan di daratan Indonesia.
Tsunami yang terjadi di Lautan India pada 26 Desember 2004 lalu dengan menewaskan sekitar 230.000 orang, yang mana sebagian besar korban adalah di Indonesia, meningkatkan urgensi dari masyarakat untuk memiliki sistem peringatan secepat mungkin.
Masjid Baiturrahim Ulee Lheue satu-satunya bangunan yang tersisa dari tsunami (Foto: Jacob J. Kirk/U.S. Navy via Wikimedia Commons)
Akan tetapi ketika gempa yang cukup besar terjadi di dekat Mentawai, 170 kilometer dari Padang, pada Maret tahun 2016 lalu, tidak ada satupun buoy di area tersebut yang memberikan peringatan tsunami.
ADVERTISEMENT
Petugas kebencanaan mengatakan bahwa semua dari 22 buoy di Indonesia, yang harganya ratusan dolar Amerika Serikat per unit itu, tidak lagi bisa dioperasikan karena ulah perusakan oleh awak kapal dan kurangnya dana untuk perawatan.
Gempa bumi pada Maret 2016 tersebut tidak menyebabkan tsunami tapi menimbulkan kepanikan evakuasi di Padang yang berpopulasi 1 juta orang dan kota-kota lainnya yang rentan terhadap tsunami. Karena kurangnya informasi, petugas kebencanaan tidak membatalkan peringatan tsunami tersebut selama dua jam.
"Sekarang tidak ada lagi buoy di Indonesia. Semuanya rusak," ungkap Iyang Turyana, insinyur kelautan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indonesia.
Desain bentuk lain dari buoy. (Foto: Wikimedia Commons)
"Di mana kamu tinggal di Indonesia? Jakarta! Itu oke. Tapi kalau kamu tinggal di Padang atau Bengkulu, hidupmu sangat berbahaya," kata Iyang kembali.
ADVERTISEMENT
Iyang mengungkapkan bahwa Jerman dan Amerika Serikat pernah memberikan 12 buoy untuk Indonesia, tapi tidak ada yang merawatnya.
Bagi orang Indonesia, Provinsi Aceh di utara Sumatera, yang mana lebih dari 100.000 orang tewas akibat gempa bumi pada 2004, telah identik dengan risiko tsunami. Sekarang, bagaimanapun, Padang dan kota-kota terdekat lainnya juga berpotensi menghadapi bahaya terbesar yang diakibatkan oleh gelombang raksasa tersebut.
Sejak 2004, mantra di antara pada petugas kebencanaan di Indonesia adalah menjadikan peristiwa gempa bumi sebagai peringatan adanya tsunami dan sinyal untuk melakukan evakuasi sesegera mungkin. Tidak semua orang meyakini bahwa alat pendeteksi tsunami itu penting.
"Kenapa? Sebab gelombang tsunami terlalu cepat untuk sampai ke daratan. Setelah terjadi gempa bumi, kami melakukan evakuasi. Tidak perlu mendeteksi tsunami. Cukup evakuasi. Itu adalah opini kedua yang berkembang. Itulah mengapa sangat sulit untuk mendapatkan dana untuk mengoperasikan alat pendeteksi tsunami," jelas Iyang.
ADVERTISEMENT
Memori terhadap dahsyatnya kejadian tsunami pada 2004 masih cukup tergambar jelas di dalam kepala masyarakat yang tinggal di dekat pantai untuk berlari ke daratan yang lebih tinggi kapanpun tanah bergetar, sesering apa pun kejadian tersebut.
Sampah dan puing-puing di pusat kota Banda Aceh, menyusul Tsunami besar 26 Desember 2004. (Foto: Michael L. Bak via Wikimedia)
Namun tanpa adanya alat terpercaya untuk mengurangi alarm-alarm palsu tersebut, efek alarm palsu tersebut pada akhirnya akan mengubah perilaku masyarakat, begitulah pendapat dari para pendukung pemasangan sistem pendeteksi tsunami.
Setidaknya, alat pendeteksi tsunami itu dapat memberi para petugas kebencanaan informasi penting terkait tsunami, seperti berapa tinggi gelombangnya serta di mana dan kapan akan terjadi tsunami.
"Sistem pendeteksi tsunami ini dapat memastikan tsunami yang benar-benar datang," kata Febrin Ismail, insinyur struktur yang terlibat di dalam perencanaan mitigasi gempa bumi dan tsunami untuk Padang.
ADVERTISEMENT
"Terkadang setelah terjadi gempa bumi, orang-orang berlarian dan kemudian mereka melihat tsunami tidak datang. Ke depannya mungkin mereka tidak akan berlarian lagi. Kami takut kejadian gempa bumi pun akan menjadi tidak efektif lagi sebagai peringatan," ujar Febrin.
Ilustrasi ombak tsunami (Foto: Pixabay)