Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Alex Marwata Gugat Pasal 36 UU KPK ke MK: Diskriminatif, Beda dengan APH Lain
7 November 2024 11:08 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK , Alexander Marwata, menggugat Pasal 36 huruf a UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan karena Alex merasa dirugikan secara konstitusional dengan adanya pasal tersebut.
ADVERTISEMENT
Alex menilai, rumusan norma aturan dalam pasal tersebut tidak jelas. Sehingga kerap berdampak kepada kasus hukum yang bisa saja menjerat insan KPK.
Dia mengungkapkan, akibat rumusan yang tidak jelas tersebut, menyebabkan peristiwa dirinya bertemu dengan seorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan korupsi, malah berujung proses penyelidikan terhadapnya.
Yang dimaksud Alex yakni terkait penyelidikan oleh Polda Metro Jaya terkait pertemuannya dengan eks Kepala Bea Cukai DIY, Eko Darmanto.
"Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini," demikian seperti dalam salinan gugatan Alex ke MK, dikutip Kamis (7/11).
"Hal ini menunjukkan secara nyata akibat Ketidakjelasan Batasan atau kategori larangan “hubungan … dengan alasan apa pun” pada pasal a quo telah menyebabkan Pemohon 1 harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana," lanjutnya.
Ketidakjelasan ini juga, kata Alex, menimbulkan rasa cemas bagi pegawai dan pimpinan KPK jika bertemu dengan masyarakat, karena ada ancaman pidana yang menanti.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Alex menilai, aturan ini juga mendiskriminasi pegawai KPK. Hal itu berbeda dengan aparat penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Di mana, mereka bisa bekerja secara mandiri dan dilindungi hukum.
"Dapat dilihat bahwa jelas telah terjadi adanya diskriminasi atau perlakuan yang berbeda antara Para Pemohon dalam jabatannya sebagai Pimpinan dan Pegawai KPK dengan pejabat Lembaga hukum lainnya seperti Kejaksaan maupun Kepolisian yang mandiri dan dilindungi oleh hukum dalam menjalankan jabatannya ketika menerima kunjungan masyarakat yang hendak menyampaikan laporan, aduan atau informasi yang diperlukan dalam memaksimalkan pelaksanaan tugas," lanjut isi permohonan itu.
Kemudian, karena aturan itu juga, Alex menilai pegawai dan pimpinan KPK lebih sering mendapat pemberitaan negatif dari media massa dibanding aparat penegak hukum lainnya.
ADVERTISEMENT
"Lagipula pula bebas dari cercaan dan pemberitaan negatif media massa (yang mengarah kepada merendahkan martabat dan pembunuhan karakter Para Pimpinan KPK dan Pegawai KPK) ketika mereka bertemu dengan masyarakat, wistleblower, informan atau pihak-pihak yang dirasa perlu," tulis dia.
"Jelas dan nyata diskriminasi dalam hal ini sama-sama melaksanakan perintah Undang-undang dalam penegakan Hukum Pidana," sambungnya.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Alex bersama dengan dua orang pegawai KPK. Mereka adalah: Lies Kartika Sari selaku auditor muda KPK (pemohon 2) dan Maria Fransiska selaku pelaksana pada unit sekretaris pimpinan KPK (pemohon 3). Gugatan tersebut didaftarkan ke MK pada 4 November 2024.
Dalam permohonannya, Alex mengajukan pengujian norma Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal 36 tersebut:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
Mereka mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) dan 28 I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ada tiga petitum yang dimintakan oleh Alex dkk, yakni:
ADVERTISEMENT