Alex Marwata Gugat Pasal 'Berhubungan dengan Pihak Berperkara' di UU KPK ke MK

7 November 2024 10:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jumat (30/8/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jumat (30/8/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menguji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut terkait pasal 36 ayat (a) UU KPK tentang 'berhubungan dengan pihak berperkara'.
ADVERTISEMENT
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Alex bersama dengan dua orang pegawai KPK. Mereka adalah: Lies Kartika Sari selaku auditor muda KPK (pemohon 2) dan Maria Fransiska selaku pelaksana pada unit sekretaris pimpinan KPK (pemohon 3). Gugatan tersebut didaftarkan ke MK pada 4 November 2024.
Dalam permohonannya, Alex mengajukan pengujian norma Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berikut bunyi pasal 36 tersebut:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
ADVERTISEMENT
Mereka mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) dan 28 I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Dalam gugatan tersebut, Alex menyatakan bahwa dengan berlakunya Pasal 36 huruf a UU KPK, telah merugikannya sebagai pimpinan lembaga antirasuah.
Menurutnya, pasal dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun, tidak berkepastian hukum yang jelas.
"Bahwa akibat rumusan norma yang tidak jelas dan tidak berkepastian tersebut dalam Norma Pasal 36 huruf a tersebut, telah menyebabkan peristiwa bertemunya Pemohon dengan seseorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, pertemuan mana dilakukan sebagai pemenuhan tugas dan kewenangan Pemohon 1 sebagaimana seharusnya Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya," demikian tercantum dalam gugatan Alex dikutip Kamis (7/11).
ADVERTISEMENT
"Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini," sambung dia.
Pertemuan yang dimaksud yakni saat Alex bertemu dengan eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto. Belakangan Eko merupakan pihak berperkara di KPK dan bahkan sudah dijerat pidana. Kasus pertemuan itu tengah diusut oleh Polda Metro Jaya.
Menurut Alex, hal ini menunjukkan secara nyata akibat ketidakjelasan batasan atau kategori larangan “hubungan … dengan alasan apa pun” dalam pasal tersebut, sehingga dia menjadi pihak terlapor atas dugaan tindak pidana.
"Sehingga akibat norma Pasal 36 huruf a tersebut yang tidak berkepastian hukum, perbuatan yang dilakukan secara beritikad baik bahkan memenuhi kewajiban hukum Pemohon 1 sebagai aparat penegak hukum telah dipandang dan karenanya dilakukan proses penyelidikan atas peristiwa yang dikategorikan telah melanggar ketentuan pasal 36 huruf a UU KPK," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut para pemohon, dengan kondisi demikian, sangat jelas baik pimpinan maupun pegawai KPK lainnya terugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sesuai Perintah UU sebagai pimpinan KPK.
"...yang bebas dari rasa cemas dan was-was jika suatu saat karena kepatuhan dan ketaatan menjalankan tugas tanggungjawab yang berinteraksi/berhubungan dengan masyarakat dapat saja dipidana," ujarnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Selain itu, ada juga kerugian konstitusional lainnya yang ditulis dalam gugatannya terkait norma pasal 36 huruf a juncto pasal 37 UU KPK. Kerugian itu berakibat kepada pegawai, yaitu tidak jarang pegawai KPK telah dipanggil dalam proses penyelidikan dugaan pelanggaran norma Pasal 36 huruf a tersebut yang tidak berkepastian hukum.
"Oleh karena itu akibat ketidakpastian dan diskriminasinya ketentuan pasal 36 Huruf a UU KPK telah juga merugikan pemohon 2 dan Pemohon 3 sebagai pegawai KPK," kata dia.
ADVERTISEMENT
Pemohon merasa dirugikan dengan adanya diskriminasi atau perlakuan berbeda karena jabatannya itu dengan lembaga penegak hukum lain seperti Kejaksaan maupun kepolisian.
Alex dkk merasa mengalami kerugian tercederainya hak konstitusional berupa ketentuan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya, sebab di satu sisi diperintahkan (pada Pasal 6 UU KPK) sementara disisi lain dilarang (Pasal 36, Pasal 37 UU KPK), Diskriminatif dan Tidak Berkepastian Hukum.
"Sehingga dengan tegas dapat kami sampaikan bahwa keberlakuan pasal a quo merugikan Hak Konstitusional Pemohon di antaranya hak-hak konstitusional sebagai berikut:
a. Hak terhadap pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil di hadapan hukum;
b. Berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
ADVERTISEMENT
Lantas apa yang diminta oleh Alex dkk?
Ada tiga petitum yang dimintakan oleh Alex dkk, yakni: