Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Alex Marwata Singgung Kasus Firli-Ghufron dalam Gugatan Pasal 36 UU KPK ke MK
7 November 2024 11:52 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengajukan permohonan uji materi Pasal 36 huruf a UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal itu mengatur larangan bagi komisioner KPK dalam mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK dengan alasan apa pun.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 36 tersebut:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
Alex menjadi pemohon pertama. Dia menggugat bersama dengan Lies Kartika Sari selaku pemohon 2, dan Maria Fransiska sebagai pemohon 3. Lies Kartika dan Maria juga merupakan pegawai KPK. Gugatan itu didaftarkan ke MK pada 4 November 2024.
Dalam gugatan itu, Alex menjelaskan bahwa pasal tersebut merugikannya secara konstitusional. Sebab, tak adanya batasan yang jelas dalam frasa 'hubungan ... dengan alasan apa pun' yang membuatnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
"Perbuatan yang dilakukan secara beritikad baik bahkan memenuhi kewajiban hukum Pemohon 1 sebagai aparat penegak hukum telah dipandang dan karenanya dilakukan proses penyelidikan atas peristiwa yang dikategorikan telah melanggar ketentuan pasal 36 huruf a UU KPK," demikian dikutip dari dokumen permohonannya, Kamis (7/11).
Penyelidikan yang dimaksud Alex yakni pertemuan dengan eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto. Belakangan Eko merupakan pihak berperkara di KPK dan bahkan sudah dijerat pidana. Kasus pertemuan itu tengah diusut oleh Polda Metro Jaya.
Tak hanya itu, dalam gugatan tersebut disebutkan bahwa penerapan bersama Pasal 36 kolektif dengan Pasal 37 juga menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon 2 dan Pemohon 3 selaku pegawai KPK.
Norma larangan dalam Pasal 36 huruf a itu juga dinilai kontradiktif dengan yang diamanatkan dalam Pasal 6 UU KPK. Di Pasal 6 tersebut, disebutkan tugas-tugas KPK dalam melaksanakan tindakan pencegahan, koordinasi dengan instansi berwenang, termasuk juga penyelidikan hingga penuntutan.
ADVERTISEMENT
Para Pemohon menyebut bahwa pelaksanaan tugas itu juga merupakan bagian dari kegiatan menggali keterangan dan alat bukti lainnya dari tersangka atau pihak lainnya yang terkait.
"Sehingga, mengadakan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan perkara dan pihak terkait lainnya adalah perbuatan yang bukan saja tidak melawan/melanggar hukum. Bahkan, perbuatan tersebut adalah memenuhi kewajiban hukum," jelas para penggugat.
Singgung Kasus Firli hingga Nurul Ghufron
Alex turut menyinggung kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya Nurul Ghufron. Keduanya sempat diusut secara etik lantaran bertemu dengan pihak terkait yang berperkara di KPK.
Pertama, Firli disebut sempat menemui mantan Gubernur Papua Lukas Enembe yang saat itu tak bersedia memenuhi panggilan KPK. Menurut Alex, pertemuan itu dilakukan oleh Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK dengan rombongan tim penyidik KPK, dokter KPK, serta dokter independen Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke kediaman Lukas di Koya Tengah, Kota Jayapura Papua.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut, pertemuan itu dilakukan secara terbuka dan bahkan dipublikasikan kepada publik. Kendati begitu, lanjutnya, Firli dianggap melanggar hukum sesuai Pasal 36 UU KPK.
Kemudian, pertemuan Firli dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di pinggir lapangan GOR yang terletak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat, pada 2 Maret 2022, turut dibahas dalam permohonan tersebut.
Pertemuan itu, lanjut Alex dalam gugatannya, hanya sebatas kesopansantunan Firli menanggapi sewajarnya. Kemudian, KPK juga menetapkan SYL sebagai tersangka dalam kasus pemerasan, gratifikasi, dan TPPU.
"Namun kembali pertemuan tersebut juga dilakukan penyelidikan dan penyidikan hingga Firli Bahuri ditersangkakan salah satunya dengan dugaan pelanggaran terhadap pasal 36 huruf a UU KPK," tutur Alex.
Lalu, komunikasi yang dilakukan Ghufron dengan mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono terkait penyampaian keluhan dalam mutasi salah satu ASN di Kementan. Kasdi merupakan salah satu tersangka yang dijerat dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Kementan.
ADVERTISEMENT
Tindakan itu, tertera dalam gugatan Alex, justru Ghufron dianggap melanggar etik dan kemudian disanksi etik sedang oleh Dewas KPK pada 6 September 2024 lalu.
Dalam gugatannya itu, Alex menjelaskan bahwa komunikasi antara Ghufron dengan Kasdi notabene dilakukan jauh sebelum dan tidak ada sangkut pautnya dengan penetapan tersangka dan penanganan kasus korupsi di lingkungan Kementan.
"Hanya karena lokusnya di Kementan walaupun tidak menyangkut nama Saudara Kasdi, hal tersebut dianggap termasuk yang terlarang untuk dihubungi. Hal ini menunjukkan keberadaan Pasal 36 Huruf a UU KPK telah menimbulkan penafsiran yang tidak pasti dalam pelaksanaannya," papar Alex dalam gugatannya.
Terkait penerapan norma Pasal 36 huruf a UU KPK yang dianggap tidak berkepastian hukum itu, Alex pun meminta MK perlu mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi.
ADVERTISEMENT
"Atau memaknai Pasal 36 dengan 'Pasal 36: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: (a) mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau yang mewakilinya dengan maksud untuk meringankannya'," imbuh dia.
Berikut petitum yang dimintakan oleh Alex dkk, yakni: