Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Aliansi jurnalis melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (27/5). Mereka mendesak anggota DPR untuk menolak Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
ADVERTISEMENT
“Hari ini kita berkumpul di gedung yang sangat paripurna, gedung DPR/MPR, untuk menyuarakan hati nurani bukan hanya jurnalis, tapi seluruh penduduk Indonesia," kata orator.
Mereka berkumpul sambil membawa berbagai spanduk. Di antaranya bertuliskan ‘Pers Bukan Papan Iklan, Bebasin dong!’ dan ‘Jurnalisme investigasi dikebiri demokrasi mati’.
Aksi ini dipicu oleh RUU Penyiaran yang diinisiasi Komisi I DPR RI yang dinilai mengerdilkan peran pers. Salah satu pasal kontroversi yang menuai sorotan adalah larangan untuk menyiarkan penayangan liputan investigasi.
Larangan jurnalisme investigasi tertuang di Pasal 50B, berikut bunyi lengkapnya:
Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:
a. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
ADVERTISEMENT
b. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
c. Penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
d. Penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
e. Penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
f. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
g. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgender;
h. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
i. Penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
j. Menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
ADVERTISEMENT
k. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan,pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
Karena pasal ini lah, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat Herik Kurniawan yang juga mengikuti aksi ini mendesak DPR RI harus menghentikan pembahasan Revisi UU itu.
"Menghentikan dan mengeluarkan pasal-pasal yang tidak bermanfaat agar tidak dibahas dalam RUU dan dikeluarkan menjadi UU," serunya.
Komisi I DPR Menemui Massa Aksi
Di tengah aksi, salah satu anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, keluar untuk menemui massa aksi.
Farhan mengatakan RUU ini masih berupa draft sehingga Komisi I masih bisa mengubah isi draft tersebut berdasarkan aspirasi masyarakat.
“Semua orang boleh berpendapat, bahwa ternyata salah satu yang dimasukkan mengancam kebebasan pers saya termasuk yang setuju agar pasal-pasal tersebut tidak dimasukkan ke dalam Revisi UU Penyiaran,” kata Farhan.
Meskipun ia kontra terhadap RUU penyiaran ini, Farhan mengakui untuk mengajukan pasal tentunya ia tidak bisa berjuang sendiri.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengungkap bahwa memang ada pihak yang ingin mengontrol kebebasan pers lewat RUU ini.
“Dalam alam demokrasi, semua kepentingan harus ditampung, diakomodir jadi saya berada dalam kepentingan di mana memastikan kebebasan pers,” kata Farhan.
“Tetapi jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Nggak salah itu,” tuturnya.
Live Update