Alumni Sayangkan Moratorium Siswa STIP Jakarta: Banyak Anak Muda Ingin Daftar

10 Mei 2024 15:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum CAAIP Iko Johansyah saat menghadiri pemakaman Putu Satria Ananta Rustika, Jumat (10/5/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum CAAIP Iko Johansyah saat menghadiri pemakaman Putu Satria Ananta Rustika, Jumat (10/5/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran atau CAAIP menyayangkan rencana moratorium atau penundaan pembukaan pendaftaran mahasiwa tahun ajaran 2024/2025 untuk Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).
ADVERTISEMENT
Ketua Umum CAAIP Iko Johansyah menilai moratorium ini berdampak pada anak muda yang sudah bersiap mendaftar ke STIP.
"Memang kami sayangkan dengan adanya moratorium untuk tahun ini. Bagaimana pun juga sudah banyak anak-anak muda yang mendaftar untuk ikut tes di STIP," katanya di Desa Gunaksa, Kabupaten Klungkung, Bali, Jumat (10/5).
Iko berharap kementerian perhubungan mempertimbangkan kembali keputusan moratorium. Apalagi, ada banyak anak muda yang mengantungkan masa depannya di STIP.
"Kami berharap agar keputusan tersebut hanya tidak sporadis mohon dianalisis kembali. Kami sebagai korps alumni akan memberikan masukan ke institusi Kemenhub," sambungnya.
Iko juga berharap Kemenhub perhubungan mempertimbangkan kembali dengan matang keputusan menghapus atribut kepangkatan. Menurutnya, atribut kepangkatan ini bukan sumber lahirnya budaya kekerasan di sekolah kedinasan.
ADVERTISEMENT
"Banyak kok sekolah enggak beratribut ada juga kejadian seperti ini. Kejadian kematian siswa itu tidak hanya terjadi di STIP. Di Akademi lain pun ada bahkan di sekolah keagaaman pun ada dan itu tidak terkait atribut. Tidak terkait dengan seragam dan lain-lain," katanya.
"Jadi bukan setuju atau tidak setuju, terserah pak menteri yang punya keputusan, kalau memang itu anggap baik silakan tapi apakah itu solusi kita belum tahu," sambungnya.
Iko mengaku semasa dirinya menempuh pendidikan di STIP sekitar 20 tahun lalu tidak pernah terjadi kekerasan atau senioritas. Justru kekerasan atau senioritas mulai terjadi pada awal tahun 2000.
"Asrama kami dulu di Jalan Gunung Sahari, Ancol, itu belum pernah ada kejadian seperti ini begitu sudah di Marunda kok terjadi, kami bingung," katanya.
ADVERTISEMENT
Iko menilai perlu kajian mendalam menganalisis faktor pemicu kekerasan di sekolah kedinasan. Salah satu yang dianalisis adalah apakah ketua sekolah menjalankan statuta atau aturan yang ditetapkan pemerintah.
"Setiap sekolah punya statuta yang berasal dari Kemenhub, ini sekolah menjalankan statuta atau tidak. Ini perlu cek. Apakah klo statuta dijalankan malah terjadi lebih buruk?
Kalau sudah ada statuta tapi tidak berjalan, yang bertanggung jawab atas tidak berjalannya statuta ini siapa? Apa perlu diubah?" katanya.
Diberitakan sebelumnya, Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19), tewas dianiaya seniornya, Jumat (3/5).
Polisi sudah menetapkan empat orang tersangka, yakni Tegar Rafi Sanjaya, KAK alias K, WJP, dan FA alias A. Mereka merupakan senior satu tingkat di atas Putu.
ADVERTISEMENT
Motif penganiayaan adalah senioritas. Ada arogansi dari Tegar sebagai taruna tingkat II terhadap Putu Satria dkk yang baru tingkat awal, taruna baru alias junior.
Akibat perbuatannya, Tegar diancam 15 tahun penjara. Dia dijerat Pasal 338 KUHP. Sementara itu, tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 55 dan 56 KUHP.