Anak-anak Ethiopia Tewas dan Terluka Akibat Bahan Peledak Sisa Perang

27 April 2022 17:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang anak dari Ethiopia yang melarikan diri dari konflik Tigray, di kamp pengungsi Um Raquba di Gedaref, Sudan. Foto: YASUYOSHI CHIBA/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anak dari Ethiopia yang melarikan diri dari konflik Tigray, di kamp pengungsi Um Raquba di Gedaref, Sudan. Foto: YASUYOSHI CHIBA/AFP
ADVERTISEMENT
Perang antara Pasukan Pertahanan Tigray (TDF) dan pemerintah Ethiopia menjalar sejak dua tahun silam. Pihak-pihak tak bertanggung jawab lalu membiarkan sisa-sisa bahan peledak berserakan di area pemukiman.
ADVERTISEMENT
Bahan peledak itu lantas memakan korban sipil, termasuk anak-anak yang terluka parah hingga terbunuh.
Perang itu dimulai pada November 2020. Gempuran yang bermula di wilayah Tigray itu sempat tumpah ke area Afar dan Amhara. Namun, pertempuran di Ethiopia utara telah mereda sejak akhir Maret 2022.
Saat itu, pemerintah federal mengumumkan gencatan senjata sepihak. Pada 25 April 2022, pasukan TDF juga mengumumkan penarikan pasukan dari Afar. Kendati demikian, sisa-sisa bahan peledak yang tertinggal di medan perang tak dibersihkan dari wilayah itu.
Warga di Addis Ababa, Ethiopia, Senin (11/3/2019). Foto: Mulugeta Ayene, The Associated Press, World Press Photo via AP
Fasilitas medis lantas mendapati arus pasien anak sejak Desember 2020 hingga akhir Februari 2022. Rumah Sakit Rujukan Dubti menerima sekitar 25 anak-anak yang terluka setiap pekannya. Mereka cedera akibat sisa persenjataan maupun ranjau darat.
ADVERTISEMENT
Hingga 22 pasien itu dilarikan ke rumah sakit pada akhir Februari 2022. Di unit pediatrik, 6 anak terbaring lesu di atas ranjang-ranjang lusuh. Tangan atau kaki mereka diamputasi akibat ledakan.
Dari Kasagita, korban pertama bahkan hanyalah seorang bocah berusia 2 tahun. Pertempuran di kota itu telah mereda sejak Desember 2022.
Namun, perang itu tak kunjung berhenti merenggut nyawa. Saed Noore tewas pada 16 Februari 2022. Saed tengah bermain di luar rumahnya sebelum terbunuh oleh ledakan bekas senjata.
"Tubuhnya terkarbonisasi sepenuhnya. Dia meninggal tak lama kemudian," kata dokter yang mengelola klinik kota, Abdollah, dikutip dari Reuters, Rabu (27/4).
Seorang wanita Ethiopia membawa anaknya saat tiba di perbatasan Sudan-Ethiopia di desa Hamdayet di negara bagian Kassala timur, Sudan, (22/11). Foto: Mohamed Nureldin Abdallah/REUTERS
Dalam lima hari berikutnya, empat anak lain dibawa ke klinik Abdollah dengan luka akibat kasus serupa. Mereka masih berusia antara 4 dan 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sebanyak sepuluh kasus parah dikirim ke Rumah Sakit Rujukan Dubti. Anak-anak itu melewati perjalanan sejauh140 km. Tiga dari mereka meninggal di rumah sakit.
Dawud Ali merupakan salah satu anak yang dirujuk ke Dubti. Perut bocah berusia lima tahun itu terkoyak akibat ledakan. Dawud terluka usai menemukan sebuah granat yang dikiranya adalah mainan. Dia meninggal tiga hari kemudian.
Sebagaimana anak-anak lain, Eysa Mohammed juga menjadi cacat akibat bekas peledak yang terbuang. Pecahan peluru merobek kakinya ketika dia sedang menimba air di dekat rumahnya di Afar.
Dokter telah berhasil mengeluarkan dua potongan logam besar dari kaki gadis berusia 15 tahun itu. Tetapi, Eysa tak lagi dapat berjalan.
"Begitu banyak darah yang tumpah dari kaki kanan saya," kata Eysa di gubuk keluarganya di Kota Kasagita.
Warga Ethiopia yang melarikan diri dari pertempuran yang sedang berlangsung di wilayah Tigray, berkumpul di desa Hamdayet dekat perbatasan Sudan-Ethiopia, Sudan, (22/11). Foto: Mohamed Nureldin Abdallah/REUTERS
Orang dewasa juga mengalami luka-luka akibat sisa bahan peledak. Abdollah mengatakan, seorang pria berusia 20 tahun kehilangan tangannya pada 18 April 2022.
ADVERTISEMENT
Abdollah mengungkap, dia menangani sekitar 50 kasus serupa sejak pertempuran mereda di Ethiopia utara.
Meski begitu, jumlah korban dewasa tak sebanyak korban anak-anak. Sebab, anak-anak sering tidak menyadari adanya bahaya. Rasa ingin tahu membuat mereka cenderung mengambil barang-barang aneh yang ditemukan tanpa berhati-hati.
Penduduk setempat mengaku, bahaya ledakan membuat mereka takut untuk bahkan mengambil air. Mereka juga kesulitan melanjutkan kegiatan pertanian yang sangat penting untuk pemulihan Ethiopia utara. Perang saudara di sana telah menyebabkan ratusan ribu warga kelaparan dan menelantarkan sekitar dua juta orang.
Terlepas dari segala laporan itu, Menteri Kesehatan Ethiopia, Lia Tadesse, mengaku tidak tahu apa pun. Tadesse mengatakan, dia tidak mendengar perihal insiden sisa persenjataan yang melukai anak-anak.
ADVERTISEMENT
Penulis: Airin Sukono.