Anak Buah Plate Diduga Beri Keterangan Palsu, Apa Konsekuensi Hukumnya?

20 September 2023 12:57 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Momen Tenaga Ahli Kominfo Walbertus Natalius Wisang ditangkap Kejagung usai bersaksi di sidang BTS Kominfo, Selasa (19/9/2023).  Foto: Kejagung
zoom-in-whitePerbesar
Momen Tenaga Ahli Kominfo Walbertus Natalius Wisang ditangkap Kejagung usai bersaksi di sidang BTS Kominfo, Selasa (19/9/2023). Foto: Kejagung
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tenaga Ahli Kominfo Walbertus Natalius Wisang mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Walbertus mengaku khilaf saat memberikan keterangan di depan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Walbertus saat bersaksi untuk terdakwa eks Menkominfo Johnny G. Plate kemarin, Selasa (19/9).
Dalam persidangan tersebut, terungkap bahwa ada setoran Rp 500 juta setiap bulan kepada Plate. Uang itu dari Anang Achmad Latif selaku Dirut Bakti Kominfo.
Kesaksian itu disampaikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha dan Protokol Kominfo Happy Endah Palupy. Bahkan pemberian uang itu dilakukan sebanyak 20 kali.
Happy mengaku mengambil jatah Rp 50 juta setiap pemberian. Kemudian Rp 100 juta diambil oleh rekannya, Dedi Permadi. Sehingga, menurut Happy ada Rp 350 juta yang diberikan kepada Plate.
Uang tersebut diberikan oleh Happy untuk Plate melalui Walbertus. Nah, dalam BAP Walbertus menyatakan menerima uang tersebut. Namun belakangan, dia mencabut dan membantah penerimaan itu.
ADVERTISEMENT
"Pada waktu itu sebenarnya saya pernah dikasih tahu oleh Saudari Happy bahwa nanti akan ada titipan dari Pak Anang, tapi mohon maaf Yang Mulia saya sampai sekarang itu sampai terakhir itu belum pernah terima titipan itu," kata Walbertus.
Kepada hakim, ia meminta keterangan dalam BAP itu dicabut.
"Atas apa yang saya sampaikan di BAP sebenarnya itu tidak betul," ujar Walbertus.
Hakim kemudian menanyakan alasan pencabutan BAP itu, karena tidak bisa sembarangan dilakukan. Walbertus dengan santai bilang "Ya itu karena kekhilafan saya," ucapnya.
Hakim mengingatkan Walbertus bisa dipidana bila memberikan keterangan tidak benar di persidangan.
"Sumpah palsu itu lebih berat Pak, 7 tahun ancaman hukumannya, di dalam uu tipikor juga bisa dituntut, pasal 21 bisa kena Saudara, pasal 22 bisa kena Saudara," tegas hakim.
ADVERTISEMENT
"Kekhilafan saya, mohon maaf," kata Walbertus.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri memberikan pertanyaan kepada terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Duta Palma, Surya Darmadi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Lantas apa konsekuensi hukum apabila Albertus benar mencabut BAP tidak sesuai dengan ketentuan dan melanggar pasal 21 dan 22 UU Tipikor?
Dalam pasal 21 atau 22 UU Tipikor, diatur soal ancaman pidana terkait obstruction of justice. Bahkan, pelaku ini bisa dikenakan hukum hingga 12 tahun penjara.
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.
ADVERTISEMENT
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.
Selain itu, ada juga konsekuensi hukum apabila memberikan keterangan palsu di persidangan, yakni pelanggaran terhadap janji palsu. Hal tersebut termuat dalam KUHP.
(1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
ADVERTISEMENT
(1) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Tak Bisa Sembarang Cabut BAP

Pakar Pidana, Abdul Ficar Hadjar. Foto: Dokumentasi Pribadi/HO ANTARA
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, mengatakan, seorang saksi tidak bisa begitu saja mencabut BAP di persidangan. Menurutnya, pencabutan BAP bisa dilakukan tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa pemberian keterangan itu dalam kondisi di bawah paksaan.
"Pencabutan BAP boleh saja tapi harus dibuktikan bahwa ada paksaan waktu buat BAP," kata Ficar saat dihubungi.
"Jika tidak bisa dibuktikan ada paksaan maka pencabutannya ditolak alias tidak sah, khilaf bukan merupakan alasan karena saksi sudah dewasa dan tidak terganggu syarafnya alias tidak gila," sambungnya.
Sehingga, jika unsur tersebut tidak bisa dipenuhi, maka hakim masih bisa mempertimbangkan BAP tersebut dalam menjatuhkan putusan di pengadilan.
ADVERTISEMENT
"Semua isi BAP menjadi fakta hukum yang bisa dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan," pungkasnya.

Nasib Walbertus

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana memberikan keterangan pers penahanan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas di Kejagung RI. Selasa (19/9/2023). Foto: Kejagung
Usai persidangan, Walbertus langsung ditangkap jaksa. Penangkapan terkait dengan pencabutan keterangan tersebut.
Ia kemudian langsung dibawa ke Kejaksaan Agung dan langsung menjalani pemeriksaan. Penyidik mempunyai waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum Walbertus.
"Tim Penyidik memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan sikap apakah yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan untuk dapat ditetapkan sebagai Tersangka, karena diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan cara memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana.