Anak Buah Sjamsul Nursalim Klaim Utang Rp 4,8 Triliun ke BDNI Lancar

23 Juli 2018 20:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sjamsul Nursalim. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sjamsul Nursalim. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Anak buah Sjamsul Nursalim, sekaligus Presiden Direktur PT Dipasena Citra Darmadja (DCD), Mulyati Gozali, mengklaim tidak ada masalah pada utang petambak PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira (WM) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
ADVERTISEMENT
Diketahui dua perusahaan tambak tersebut berada di bawah kendali bos BDNI, Sjamsul Nursalim. BDNI merupakan salah satu obligor yang mendapat kucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia saat mengalami krisis 1998.
Mulyati menyebut, pembayaran utang petambak kepada BDNI, yang diserahkan Sjamsul kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berjalan lancar. Padahal, diduga utang Rp 4,8 triliun kepada BDNI itu merupakan kredit macet.
"Saat penyerahan aset plasma masih beroperasi, saya tahu utang itu lancar. Saya dengar saat pembahasan rapat Sjamsul Nursalim dengan BPPN. Enggak ada masalah sama Dipasena," ujar Mulyati, saat bersaksi untuk mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/7).
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Menurut Mulyati, utang tersebut dinyatakan lancar karena saat itu tidak ada masalah seperti yang disampaikan kepada BPPN.
ADVERTISEMENT
"Utang yang rupiah tidak ada masalah, yang dolar dihitung Rp 14 ribu. Karena ada dua, ada rupiah dan USD. Betul, betul enggak ada masalah karena mereka utangnya rupiah dan USD," ujarnya.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum KPK mendakwa Syafruddin melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun.
Jaksa mengancam Syafruddin Temenggung dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.