Anak Wagub Kaltim Kritik Ayahnya: Ini Bentuk Tanggung Jawab

13 Mei 2019 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak Wakil Gubernur Kalimantan TImur, Muhammad Al Fatih Hadi. Foto: Instagram/@fatihnokturnal14
zoom-in-whitePerbesar
Anak Wakil Gubernur Kalimantan TImur, Muhammad Al Fatih Hadi. Foto: Instagram/@fatihnokturnal14
ADVERTISEMENT
Nama Muhammad Al Fatih Hadi mendadak jadi perbincangan. Itu karena, tindakannya menulis surat terbuka yang mengkritik Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Hadi Mulyadi. Ayah kandungnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sosok yang akrab disapa Fatih itu mempersoalkan berbagai hal. Mulai permasalahan tambang yang memakan korban sampai soal pemindahan ibu kota ke Bukit Soeharto yang disetujui ayahnya dan Gubernur Kaltim Isran Noor.
Kasus kritikan terhadap pejabat dari kalangan keluarga ini terbilang baru. Lagipula, kalaupun ingin mengkritik ke ayah sendiri, mengapa sampai harus membuat surat terbuka, bukankah lebih enak bicara langsung saja?
Fatih bercerita, sebenarnya dia sudah bicara secara pribadi dengan sang Ayah. Bahkan, ayahnya sampai mengiriminya dokumen terkait investigasi pertambangan yang bermasalah. Tapi, laki-laki berumur 20 tahun itu tak puas.
“Saya pengin transparansi publik, jadi apa yang saya sampaikan itu bukan hanya untuk saya tapi juga untuk publik, sehingga publik juga bisa ikut mengawasi. Ini juga menjadi tekanan atau pressure politics yang bukan hanya untuk menekan bapak saya, tapi juga menekan Pak Isran Noor atau Pemprov Kaltim untuk menyelesaikan permasalahan ini,” kata Fatih saat dihubungi kumparan, Senin (13/5)
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Kesadaran Fatih untuk mengkritik Pemprov Kaltim bermula kala ia habis menonton film dokumenter berjudul Sexy Killers. Saat menonton film karya Watchdoc Documentary itu, ia mengaku sampai menangis dan muntah. Sebabnya, karena dia terus terpikir akan skema pertambangan di Kaltim yang menurutnya sebagian tak sesuai regulasi.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu Fatih menulis kritikan untuk ayahnya agar bisa menemukan kedamaian di pikirannya sendiri.
“Ya, saya merasa bertanggung jawab karena pada dasarnya saya anak pejabat yang bertanggung jawab atas kebijakan publik yang berkaitan dengan kasus tersebut, itu aja sih,” tuturnya.
Anak Wakil Gubernur Kalimantan TImur, Muhammad Al Fatih Hadi. Foto: Instagram/@fatihnokturnal14
Fatih bercerita ayahnya sudah tahu apa yang ia tulis. Namun, belum ada tanggapan apapun dari ayahnya. Ia pun berasumsi, ayahnya masih menunggu saat yang tepat untuk membicarakan hal itu atau mungkin karena sedang sibuk.
“Menurut saya bapak saya sebenarnya pada dasarnya orang yang dialogis dan cukup terbuka terhadap dialog, jadi saya rasa ditegur atau marah itu enggak ya, tapi enggak tahu nanti gimana,” kata Fatih.
Dengan mengirim surat kritikan kepada ayahnya, Fatih berharap ada upaya lebih dari pemerintah agar tidak membiarkan persoalan tambang di Kaltim berlarut-larut. Idealnya, lubang bekas galian tambang mesti direklamasi semua.
ADVERTISEMENT
“Setidaknya jika tidak bisa direklamasi atau susah pengawasannya untuk direklamasi. Setidaknya, pastikan dulu lubang-lubang itu dipagarin agar membatasi akses agar tidak ada korban-korban selanjutnya yang meninggal di lubang tambang,” tuturnya.
Asal-usul Aktivisme
Berbicara seputar jiwa aktivisme yang ia punya, Fatih mengaku, muncul karena kesukaannya membaca buku. Itu membuat, dia berani menyuarakan pendapat dan menyuarakan aktivisme meski masih duduk di kelas 2 SMA.
“Awalnya, saya dulu membaca catatan hariannya Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran. Mungkin itu awal kenapa saya tertarik dengan aktivisme,” ujar siswa di Jurusan Agama Khaleed bin Waleed High School Al Ain, UAE itu.
Fatih punya pemikiran, harus selalu ada orang baik yang masuk dalam sistem pemerintahan. Tapi tak kalah pentingnya, harus ada juga orang yang mengawasi sistem tersebut.
ADVERTISEMENT
Makanya, dia punya cita-cita untuk jadi orang yang mengawasi sistem itu. Seperti jadi jurnalis atau aktivis yang kini jadi kelompok penekan.
“Tapi bukan berarti saya enggak bakal masuk politik ya. Mungkin saja saya bakal masuk politik. Kalaupun suatu saat saya masuk politik, itu bukan karena saya mengejar kekuasaan, tapi karena saya menginginkan perubahan,” pungkasnya.