Analisa Reza Indragiri soal Kasus Aisha Weddings: Apakah Ada Unsur Pidana?

11 Februari 2021 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reza Indragiri, psikolog forensik. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Reza Indragiri, psikolog forensik. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Reza Indragiri ikut memberikan analisisnya terkait kasus yang menjerat Aisha Weddings (AW). Wedding Organizer itu saat ini menjadi perbincangan hangat usai dipolisikan karena menawarkan jasa nikah siri hingga poligami.
ADVERTISEMENT
Selain itu, WO itu juga menganjurkan perempuan untuk menikah mulai dari usia 12 tahun dengan dalih ajaran agama.
Reza mengatakan, ada tiga aspek yang harus ditinjau dalam kasus ini. Pertama situs dari AW itu sendiri, AW sebagai perusahaan dan pernikahan anak.
"Apakah EO bernama Aisha Weddings itu memang benar-benar ada? Atau cuma website-nya saja dan bisnis yang sebenarnya tidak ada? Kalau ternyata AW cuma nama website tanpa sungguh-sungguh ada perusahaannya, maka perlu diusut apa motif pembuat situs tersebut," kata Reza dalam keterangannya, Kamis (11/2).
Namun situs Aisha Weddings saat ini sudah tidak dapat diakses. Sedangkan akun Facebook miliknya masih mengunggah sebuah status yang merespons kecaman dan kritik masyarakat.
Viral Aisha Wedding, Imbau Perempuan Nikah Usia 12 Tahun, Siri hingga Poligami. Foto: Dok. Istimewa
Reza menuturkan, jika WO Aisha Weddings memang benar ada apakah mereka bisa dijerat pidana? Dalam laporannya, Aisha Weddings dianggap provokatif karena bertentangan dengan kampanye pencegahan pernikahan anak-anak.
ADVERTISEMENT
"Maka apakah perbuatan AW tersebut bisa dijatuhi sanksi pidana Yang terpenting sekarang, karena KPAI dikabarkan sudah melapor ke Polri, silakan lembaga negara tersebut kasih penjelasan apa yang dilaporkan dan apa UU yang terindikasi dilanggar," ucap Reza.
Ahli Psikologi Forensik itu kemudian memberikan analisis beberapa dugaan pidana yang bisa menjerat Aisha Weddings. Mulai dari UU Perkawinan, UU TPPO dan UU Perlindungan Anak.
"Situs AW menyebut usia 12-21 tahun. Untuk pernikahan usia 12 sampai sebelum 19 tahun, memang 'bertentangan' dengan UU Perkawinan. Tapi jangan salah lho. UU yang sama membuka ruang bagi terjadinya perkawinan di bawah 19 tahun. Jadi, dalam gambaran ekstrim, pernikahan remaja 15 tahun adalah sah berdasarkan UU Perkawinan jika syaratnya terpenuhi," kata Reza.
ADVERTISEMENT
"Dari poin ini saja tampaknya semakin goyah unsur pidana dalam AW," tegas dia.
Ilustrasi situs Aisha Weddings. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
Meski begitu, Reza mengatakan kampanye penolakan pernikahan anak juga merupakan sesuatu hal yang benar. Tetapi, dirinya sudah sejak lama mempersoalkan ketidakhadiran negara dengan bobot setara untuk menaruh atensi dan menekan seks (termasuk di kalangan anak-anak) di luar pernikahan.
"Yang terkesan kuat sekarang justru seks di luar pernikahan adalah silakan saja asalkan konsensual (mau sama mau), tidak menularkan penyakit dan tidak mengakibatkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Dari tiga hal semacam itu berkumandanglah program kondomisasi, 'suami istri' tanpa ikatan pernikahan, dan propaganda perilaku seks sejenis," jelas Reza.
Pria yang kerap diminta bantuan penegak hukum menganalisis kasus kriminal itu juga yakin jumlah anak yang melakukan seks di luar nikah amat jauh lebih banyak dibanding anak-anak yang menikah pada usia belia. Seks di luar nikah juga menjadi salah satu penyebab pernikahan anak-anak.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tidak tepat memandang pernikahan anak-anak sebagai masalah yang terisolasi dari masalah-masalah lain. Selama fenomena seks di luar nikah tidak menerima perhatian negara, lalu terjadi kehamilan juga di luar nikah, jangan harap kampanye mencegah pernikahan anak-anak akan mencapai sasarannya," tutup dia.

Duduk Kasus Aisha Weedings

Kasus WO itu bermula dari unggahan pengguna Twitter @SwetaKartika. Sweta resah terhadap penawaran jasa wedding organizer tersebut. Cuitannya menimbulkan banyak respons belasan ribu warganet yang juga mengecam tindakan WO tersebut.
Aisha Weddings mempromosikan jasanya dengan menyebarkan pamflet dengan dibungkus lipatan koran yang dimasukkan plastik. Barang promosi ini ditemukan di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Mereka juga memasang spanduk di pinggir jalan, memiliki website dan media sosial Facebook.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, tak cuma netizen, Kementerian PPPA, lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam memberikan hak dan perlindungan anak juga mengecam.
Tapi kasus ini Aisha Weddings ini kemudian menjadi bahan perdebatan. Sejumlah kalangan meragukan Aisha Weddings yang menikahkan anak di usia 12 tahun benar-benar ada. Apalagi mereka terkesan misterius.
Muncul tudingan isu Aisha Weddings hanya sebuah pengalihan dan dimainkan kelompok tertentu.