Analisis Lengkap BMKG soal Gempa 7,4 M di NTT, dari Penyebab hingga Sejarah

14 Desember 2021 23:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengevakuasi diri usai peringatan tsunami di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto: Basarnas
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengevakuasi diri usai peringatan tsunami di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto: Basarnas
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gempa bumi kuat berkekuatan 7,4 magnitudo mengguncang Kota Larantuka, NTT, pada Selasa (14/12). Gempa tersebut menyebabkan kerusakan di sejumlah lokasi terdampak.
ADVERTISEMENT
BMKG mengeluarkan analisis terkait dengan gempa tersebut. Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, pusat gempa terletak pada koordinat 7,59 LS - 122,24 BT tepatnya di laut pada jarak 112 Km arah Barat Laut Kota Larantuka, NTT, dengan kedalaman 10 Km.
"Gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif di Laut Flores, dengan mekanisme pergerakan geser/mendatar," kata Daryono dalam keterangannya.
Dia mengatakan, meskipun pusat gempa ini terletak dekat jalur sumber gempa Sesar Naik Flores tetapi pembangkit gempa ini bukan Sesar Naik Flores. Sesar Naik Flores memiliki mekanisme naik, sedangkan gempa ini memiliki mekanisme geser/mendatar.
Daryono mengungkapkan, sumber gempa gempa Laut Flores ini dipicu oleh aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi para ahli kebumian untuk mengidentifikasi dan memetakannya guna melengkapi peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adapun dampaknya, kata dia, dirasakan kuat di Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara dan Lembata dalam skala intensitas III sampai IV MMI. Gempa ini menimbulkan kerusakan banyak bangunan di Selayar, Sulawesi Selatan.
Gempa ini berpotensi tsunami, dengan tingkat ancaman 'waspada' di Flores Timur Bagian Utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara dan Pulau Lembata. Namun belakangan peringatan tsunami yang dikeluarkan BMKG dicabut setelah tak adanya kenaikan air laut signifikan pascagempa.
"Hasil monitoring muka laut menggunakan Tide Gauge yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial menunjukkan adanya kenaikan muka air laut setinggi 7 cm di Stasiun Tide Gauge Reo dan Marapokot, Nusa Tenggara Timur," kata dia.
"Peringatan dini tsunami telah diakhiri pada pukul 12.27 WIB," sambungnya.
Rumah rusak akibat dampak gempa 7,5 M di NTT, terasa hingga ke Kabupaten Selayar Sulsel. Foto: Dok. Istimewa
97 Kali Gempa Susulan dan Sejarah Gempa Laut Flores
ADVERTISEMENT
Daryono mengungkapkan, terjadi 97 gempa bumi susulan usai gempa utama mengguncang NTT. Gmepa tersebut mencapai 6,8 magnitudo sedangkan magnitudo gempa susulan terkecil 2,9 magnitudo.
Meski begitu, kata Daryono, sumber gempa kali ini di Laut Flores secara seismisitas sebenarnya jarang terjadi aktivitas gempa berdasarkan data seismisitas regional periode 2009-2021.
Di sisi lain, NTT memang merupakan daerah rawan tsunami. Sejak tahun 1800-an di busur Kepulauan Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT) sudah terjadi lebih dari 22 kali tsunami.
Dalam sejarah, kata Daryono, pada 29 Desember 1820 gempa kuat yang berpusat di Laut Flores memicu tsunami di Flores hingga Sulawesi Selatan. Di Bulukumba korban meninggal akibat tsunami mencapai sekitar 500 orang.
Lalu, tsunami destruktif terakhir yang dipicu gempa 7,8 magnitudo di Laut Flores terjadi pada 12 Desember 1992 membangkitkan tsunami setinggi 30 meter menyebabkan 2.500 orang meninggal dan 500 orang hilang.
ADVERTISEMENT
"Gempa Laut Flores 7,4 M yang berpotensi tsunami ini merupakan peringatan untuk kita semua bahwa sumber gempa sesar aktif yang mampu memicu gempa kuat ternyata masih ada yang belum teridentifikasi dan terpetakan," pungkas dia.