Analisis Menkes soal Varian Delta Plus AY.4.2, Seberapa Bahaya dan Mengancam?

11 November 2021 9:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
ADVERTISEMENT
Virus corona varian Delta Plus AY.4.2 menjadi perhatian para peneliti dunia sejak bulan lalu. Sorotan terhadap varian tersebut muncul tatkala pemerintah Inggris mengumumkan varian Delta AY.4.2 sebagai “varian yang sedang diselidiki” karena pertumbuhan kasusnya meningkat.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia pun semakin waspada. Sebab, varian ini sudah sampai negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Menkes Budi Gunadi Sadikin pun telah berdiskusi dengan banyak ahli virus dan epidemiolog terkait varian ini.
Apa kata mereka?
Monitoring COVID-19 varian Delta dan Delta Plus. Foto: Dok. Kemenkes
Budi pun memberikan gambarannya melalui sebuah slide di atas ketika berbincang dengan para pemimpin redaksi media nasional, Rabu (10/11) malam.
"Ini yang tanya sama epidemiolog, yang bahaya yang mana, yang kuning sama merah (gambar di atas). Kita lihat AY.4.2, yang kuning yang bahaya," jelas Budi.
Kemudian Budi menjelaskan mutasi yang membahayakan pada AY.4.2 ternyata sudah ada di varian yang dominan di Indonesia saat ini. Yakni varian Delta AY.23.
Bisa cek di tabel di bawah ini:
Monitoring COVID-19 varian Delta dan Delta Plus. Foto: Dok. Kemenkes
"Ternyata mutasi-mutasi yang berbahaya di AY.4.2 yang bahaya ada di Delta Plus itu sudah ada di AY.23, sudah ada di AY.24, sudah ada di Indonesia," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Detailnya mutasi AY.4.2 terdapat mutasi L452R atau P681R. Keduanya sudah ada di mutasi lain dan menjadi varian dominan.
Jadi, varian dominan di Indonesia bukan lagi varian Delta asli India B.1617.1 atau B.1617.2.
Berikut 3 besar proporsi varian Delta di Indonesia:
Varian AY.4.2 juga memiliki struktur mutasi A222V dan Y145. Namun, menurut para ahli keduanya belum terbukti berbahaya.
"Belum terbukti meningkatkan transibilitas atau keparahan. Sedangkan mutasi-mutasi yang berbahaya seperti L452R atau P681R itu sudah ada dari 'preman' (varian terkuat) di Indonesia. Jadi harusnya kita sudah kebal," jelas Budi.