Ancaman Hukuman Ringan Pengemudi Mabuk Pembawa Bahaya

24 Februari 2022 10:00 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kecelakaan di Tol. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecelakaan di Tol. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
“Berasa pening atau hilang kesadaran (karena terlalu banyak minum minuman keras, makan gadung, dan sebagainya); berbuat di luar kesadaran; lupa diri,” definisi mabuk dalam KBBI.
ADVERTISEMENT
Mabuk memang bikin hilang kendali. Misalnya, yang terjadi pada Elias Minai Basik. Pemuda 23 tahun itu ditemukan warga di dalam sebuah selokan di dekat Jalan Pulai, kawasan Banda Bakali, Padang, pada Desember 2020 lalu. Warga berbondong-bondong datang menonton. Kerumunan orang itu penasaran, bagaimana bisa Elias berada di selokan, dalam kondisi pingsan, lengkap dengan motornya.
Tak ingin membiarkan Elias lebih lama di selokan, warga melapor ke RT setempat yang kemudian dilanjutkan ke pihak kepolisian. Kasi Trantibum Polsek Padang Timur, Fizlan Setiawan, mengatakan setelah diperiksa, ternyata Elias kecelakaan karena di bawah pengaruh alkohol. Ya, dia mabuk.
Kasus mabuk membawa nestapa lainnya juga terjadi di Tarakan, Kalimantan Tengah, pada Juni 2021. Dua orang pelajar yang masih di bawah umur, RM dan JN, membawa motor ugal-ugalan. Apesnya, mereka menabrak anggota Raimas Ditsamapta Polda Kalteng. Saat dimintai keterangan oleh polisi, keduanya masih dalam kondisi mabuk.
ADVERTISEMENT
Insiden lebih parah terjadi di Bali pada Februari 2020, seorang WN Meksiko bernama Jorge Alejandro (27) mabuk dan menabrakkan diri ke mobil yang melintas sampai tulang kakinya retak. Selain karena minuman keras, hilang kendali juga kerap terjadi akibat pengaruh lain seperti narkoba.
Penggunaan narkoba mengingatkan pada insiden yang terjadi di ibu kota pada 2012. Saat itu, seorang perempuan bernama Afriyani menyetir dalam pengaruh narkoba menabrak 12 orang pejalan kaki, 9 di antaranya tewas. Peristiwa itu dikenal dengan Tragedi Tugu Tani.
Arfiyani sudah divonis 15 tahun penjara. Selain menggunakan narkoba, dia juga di bawah pengaruh minuman keras. Di samping itu, masih banyak peristiwa maut yang disebabkan akibat pengemudi mabuk.
Dalam catatan Korlantas Polri pada 2019 terdapat 121.234 jumlah kecelakaan lalu lintas, 27.201 orang tercatat meninggal dunia. Angka tersebut sempat turun pada 2020 menjadi 102.005 dengan jumlah kematian 24.979. Namun kembali naik pada 2021 dengan jumlah kecelakaan 105.875, dan menyebabkan 26.104 korban meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Dari jumlah tersebut, 856 kecelakaan pada 2019 dikarenakan pengemudi mabuk. Pada 2020 sebanyak 715 kecelakaan. Lalu pada 2021 sebanyak 586 kecelakaan. Ratusan orang meninggal dunia akibat kecelakaan ini. Sementara ratusan lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Direktur Penegak Hukum Korps Lalu Lintas Polri, Brigjen Polisi Aan Suhanan, membeberkan faktor apa saja yang menjadi penyebab kecelakaan. Setidaknya ada empat, yakni faktor manusia sebanyak 337.850 kejadian (97,48%); faktor alam sebanyak 287 kejadian (0,08%); faktor jalan sebanyak 2.385 kejadian (0,69%); faktor kendaraan sebanyak 6.057 kejadian (1,75 %).
Kecelakaan akibat pengemudi mabuk atau dalam pengaruh obat masuk ke dalam faktor penyebab kecelakaan terbanyak, yakni human error.
Namun demikian, kasus kecelakaan karena pengemudi mabuk ini trennya banyak terjadi di wilayah timur Indonesia. Di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sepanjang 2021, tercatat hanya ada 5 kasus kecelakaan akibat pengemudi mabuk. Masing-masing 1 kasus di Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Sementara dua kasus lainnya ada di Bekasi Kota.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita lihat ranking (data 2021), 5 ranking teratas, ini terbanyak ada di Papua ada 135 kasus, kemudian di Polda NTT ada 86 kasus, di Papua Barat ada 69 kasus dan di Polda Maluku ada 52 kasus,” kata Aan Suhanan saat berbincang dengan kumparan, Selasa (22/2).
“Itu kalau kita ranking 5 teratas ya dari Polda-Polda ini berada di mohon maaf berada di daerah timur semua ini untuk pengemudi mabuk yang terlibat dalam kecelakaan ini,” sambung Aan Suhanan.
Aan Suhanan mengungkap salah satu penyebabnya karena kebiasaan meminum alkohol di wilayah-wilayah tersebut.
Pengamat transportasi sekaligus Ketua Institute Studi Transportasi (Instran) Dharmaningtyas mengungkapkan penyebab utama masih banyaknya kecelakaan akibat pengemudi mabuk. Menurutnya, budaya keselamatan berkendara belum dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, berdasarkan studi ilmiah, mabuk hingga menggunakan teknologi dalam hal ini ponsel saat berkendara menyebabkan konsentrasi pengemudi terganggu. Terganggunya konsentrasi ini yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Masyarakat Indonesia dinilai sangat memahami bahaya dari meminum alkohol dan menggunakan ponsel dalam berkendara, tetapi tetap saja dilakukan. Padahal, kata dia, kecelakaan diakibatkan pengemudi mabuk ini sering terjadi terhadap masyarakat kelas menengah.
“Itu kalau dari studi-studi ilmiah, kalau itu sudah disadari tetapi tetap dijalankan, berarti budaya keselamatan itu belum dimiliki oleh orang Indonesia. Bahwa setelah meminum minuman alkohol dianggap ringan saja,” kata Dharmaningtyas.
Pengamat Transportasi Darmaningtyas. Foto: Yudhi Mahatma/ANTARA FOTO
Hal senada juga disampaikan oleh Brigjen Aan Suhanan. Menurut dia, masalah utama dari kecelakaan akibat pengemudi mabuk belum adanya kesadaran dari masyarakat. Terlebih untuk daerah-daerah yang memiliki kebiasaan minum minuman keras tradisional.
ADVERTISEMENT
“Masalah utama, soal kebiasaan minum yang pertama. Kemudian pengetahuan masyarakat tentang berkendara yang berkeselamatan ini hampir dipastikan masyarakat yang dalam keadaan mabuk menggunakan kendaraan ini itu tidak paham akan masalah itu,” kata Aan.
“Jadi memang pengetahuan dari masyarakat tentang cara berkendara yang berkeselamatan ini masih minim sekali di samping kebiasaan-kebiasaan tadi, kebiasaan mabuk, kebiasaan minum ini sangat berpengaruh. Kalau kita lihat dari data kita ini hampir di daerah-daerah yang memang punya kebiasaan itu ya, hampir di timur semua ini untuk kejadiannya, terbanyak di timur semua,” sambung dia.
Aan mengungkapkan sudah banyak hal yang dilakukan oleh Korlantas Polri untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya berkendara saat mabuk. Termasuk mengenai keselamatan berkendara.
Selain itu, Polri juga mengeluarkan petunjuk dan arahan (Jukrah) khusus terkait dengan penyebab kecelakaan akibat pengemudi mabuk, begitu juga penanganannya. Jukrah ini disebarkan ke kepolisian di wilayah. Salah satu arahannya untuk memasifkan sosialisasi keselamatan berkendara sebagai langkah preventif.
ADVERTISEMENT
“Yang terakhir kita juga sampaikan ya kemarin dengan STR yang dari Korlantas kita sampaikan kepada apa hasil evaluasi kita di 2021 ini disampaikan ke Polda-Polda terkait dengan pengemudi yang terlibat kecelakaan ini didasari karena mabuk,” kata Aan.
Brigjen Pol Aan Suhanan. Foto: korlantas.polri.go.id
Belum Ada Efek Jera, Pendeteksian Masih Konvensional
Selain ranah preventif, penindakan hukum juga menjadi 'senjata' bagi kepolisian untuk menertibkan pelanggar lalu lintas, termasuk menindak pengemudi mabuk yang nekat berkendara. Namun demikian, belum ada sanksi yang dinilai bisa memberikan efek jera kepada pengemudi mabuk, apalagi jika dia beruntung bisa sampai tujuan tanpa kecelakaan.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, mengatakan penindakan hukum bagi pengemudi mabuk diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 106 ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib dengan penuh konsentrasi.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi," bunyi pasal tersebut.
Apabila melanggar ada ancaman hukuman yang bisa diterapkan. Ancaman itu ada pada pasal 283 yakni pidana paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
Frasa 'penuh konsentrasi' di pasal tersebut dijelaskan dalam lampiran UU tersebut. Salah satunya yakni tidak di bawah pengaruh alkohol.
Penjelasan Pasal 106 ayat (1):
"Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.
Ilustrasi kecelakaan. Foto: Shutter Stock
Ficar mengatakan, ancaman hukuman ringan yang hanya 3 bulan penjara atau denda Rp 750 ribu ini tak akan memberikan efek jera kepada pengemudi. Hal tersebut juga diamini oleh Dharmaningtyas.
ADVERTISEMENT
"Ancaman 3 bulan itu bagi mereka yang mengendarai sambil mabuk tertangkap, tapi tidak ada akibat lain bagi orang lain. Ada baiknya ancaman pidana nyetir sambil mabuk ini diperberat karena potensi terjadinya kecelakaan (yang mengakibatkan luka dan mati) sangat potensial terjadi," kata Ficar.
"Karena itu selain hukuman administratif pencabutan SIM juga ancaman pidananya diperberat, agar orang tidak sembarangan mengemudikan kendaraan dalam keadaan yang tidak fit," sambung dia.
Meski demikian, kata dia, hukuman bagi pengendara mabuk yang menyebabkan korban bisa dijerat dengan pasal yang memiliki ancaman pidana lebih berat. Jeratan tersebut bisa dengan Pasal 351 KUHP di mana mengakibatkan luka dijerat 5 tahun dan kematian 7 tahun. Di samping, pengemudi tersebut masih bisa dijerat hukuman mabuknya.
ADVERTISEMENT
Brigjen Aan Suhanan sepakat bahwa hukuman bagi pengendara mabuk ini masih ringan. Bahkan, jika pengendara terkena razia dan didapati mabuk, biasanya hanya diterapkan sanksi tilang saja. Hanya sedikit yang sampai dijerat dipidana badan.
"Ancaman hukumannya masih Rp 750 ribu saja. Itu ancaman hukuman paling tinggi Rp 750 ribu. Mungkin diputus oleh hakim Rp 100 ribu. Orang mabuk kan mungkin belinya (miras) lebih dari Rp 100 ribu itu," kata Aan Suhanan.
Namun, apabila pengendara mabuk menyebabkan kecelakaan hingga menimbulkan korban, sanksi yang diterapkan berbeda dan lebih berat. Polisi bisa menerapkan Pasal 311 ayat (5) UU LLAJ dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Di sisi lain, penindakan hukum ini masih memiliki kendala dari kesiapan fasilitas di lapangan. Polri belum memiliki alat pendeteksi kadar alkohol seseorang.
ADVERTISEMENT
Padahal dengan alat ini, bisa mendeteksi dengan cepat seseorang dalam pengaruh alkohol atau tidak. Alat-alat ini juga banyak digunakan di negara-negara Eropa seperti Belanda, yang dibekalkan kepada polisi lalu lintas.
Cara kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat alkohol dalam tubuh melalui napas, mirip Genose. Cara ini lebih cepat dibanding tes urine yang bisa dilakukan.
Akibatnya, Polri hingga saat ini masih melakukan cara konvensional untuk mengetahui pengendara tersebut dalam pengaruh alkohol atau tidak.
"Ya konvensional, ditanya habis minum kan dicium apa (bau) naga (alkohol) itu, masih se-konvensional itu," kata Aan Suhanan.
"Saat ini kita hanya bisa melakukan tindakan tilang terhadap pengemudi yang melakukan pelanggaran mabuk ini. Itu pun masih konvensional, itu yang saya sampaikan tadi, artinya belum ada alat ukur untuk mengukur kadar alkohol yang dia minum sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi pengemudi pada saat berkendara," kata Aan Suhanan.
ADVERTISEMENT
Aan Suhanan mengatakan di tahun 2022 ini, Korlantas telah mengajukan pengadaan untuk 2023 alat tersebut bersamaan dengan 700 unit mobil patroli se-Indonesia. Namun demikian, Aan Suhanan belum mau membeberkan jenis dan spesifikasi dari alat tersebut.
"Ini include nantinya dengan harga mobil Patroli polisi lalu lintas, jadi satu kesatuan. Jadi alat khusus yang melekat di mobil patroli itu. Nantilah (detailnya)," pungkas Aan Suhanan.