Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Andi Narogong Berharap Dihukum Kurang dari 8 Tahun Penjara
9 Mei 2018 12:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Andi Narogong keberatan dengan hukuman 11 tahun yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman rekanan proyek e-KTP itu diperberat dari sebelumnya 8 tahun penjara. Hal tersebut menjadi dasar Andi Narogong melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Ketua tim penasihat hukum Andi, Samsul Huda, mengatakan bahwa kliennya berharap majelis kasasi di Mahkamah Agung dapat meringankan hukuman kliennya. Samsul berharap kliennya bisa dihukum 8 tahun penjara sebagaimana vonis Pengadilan Tipikor dan tuntutan KPK atau kurang dari itu.
"Klien kami tidak berharap bebas maupun lepas, melainkan hanya berharap agar putusan kasasi nanti dijatuhkan secara adil sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku, yakni membatalkan Putusan PT (Pengadilan Tinggi) DKI serta menguatkan kembali putusan PN Jakpus atau disertai pengurangan hukuman di bawah tuntutan JPU KPK," kata Samsul, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/5).
Samsul menegaskan bahwa kliennya tak layak diperberat hukumannya lantaran ia berstatus sebagai justice collaborator (JC). Bahkan, Pengadilan Tinggi DKI dalam putusannya juga menegaskan bahwa Andi adalah JC.
ADVERTISEMENT
Menurut Samsul, seharusnya hukuman Andi jauh diringankan mengingat status JC tersebut. Samsul pun merujuk pada Pasal 37 ayat (2) Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) Tahun 2003 yang telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, Pasal 26 ayat (2) Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes) Tahun 2000 yang diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009.
"Sehingga, kenyataan bahwa Putusan PT DKI justru memperberat hukuman klien kami adalah hal yang tidak sesuai dengan keadilan dan hukum maupun perundang-undangan," imbuh Samsul.
Ia menambahkan bahwa kliennya sebagai JC berniat membantu KPK membongkar kasus e-KTP secara terang benderang. Bahkan, Andi tidak mengajukan banding atas putusan 8 tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor.
ADVERTISEMENT
"Tujuannya tidak lain hanya ingin berlaku jujur, korektif, terus terang kepada penyidik dan penuntut umum KPK, dengan mengungkap peristiwa sebenarnya, guna meletakan kebenaran pada tempat yang seharusnya, sehingga majelis hakim tingkat pertama dapat menyusun pertimbangan hukum yang tepat dalam putusannya," kata Samsul.
Samsul menegaskan, jika kenyataannya status JC Andi dipandang sebelah mata di tingkat banding, hal itu sama saja PT DKI menutup mata keterangan signifikan yang diungkap Andi di persidangan.
"Dan hal ini pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata untuk mengelak dari tanggung jawab oleh orang lain yang peranannya jauh lebih besar," kata dia.
Andi Narogong dihukum 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Selain pidana penjara dan denda, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Andi untuk membayar uang pengganti sebesar 2,5 juta dolar AS dan Rp 1,168 miliar. Jumlah tersebut telah dikurangi oleh uang yang telah dikembalikan Andi sebesar 350 ribu dolar AS. Besaran hukuman itu sesuai dengan tuntutan dari KPK.
Andi bersama Mantan Ketua DPR Setya Novanto, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, beserta Dirjen Dukcapil Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Sugiharto dan Ketua Tim Teknis Drajat Wisnu Setiawan menginisiasi sejumlah pertemuan dan pembahasan terkait proyek e-KTP.
Andi juga diyakini memanfaatkan posisinya sebagai pemilik dari sejumlah perusahaan untuk menyalahgunakan wewenangnya dalam bentuk menginisiasi sejumlah pertemuan guna melakukan pembahasan terkait proyek e-KTP.
Tak hanya itu, Andi pun dinilai juga telah menyalahgunakan kewenangan Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar saat itu, guna memuluskan pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR.
ADVERTISEMENT
Atas putusan hakim itu, Andi mengaku menerima dan tidak akan banding. Namun pihak KPK yang kemudian mengajukan banding.
Meski besaran hukuman sudah sesuai tuntutan, KPK masih mempermasalahkan soal penerapan pasal terhadap Andi. Hakim menilai Andi terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Namun KPK beranggapan Andi terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor.