Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anggota DPR: COVID-19 Saat Ini Sudah Mengerikan, Perlu PSBB!
18 Juni 2021 13:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Lonjakan kasus positif COVID-19 makin mengkhawatirkan dipicu mobilitas warga saat libur lebaran, hingga merebaknya varian baru corona di beberapa daerah.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR, Charles Honoris, menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro tak efektif mengendalikan pergerakan orang.
"Melihat data dan fakta, PPKM Mikro yang diberlakukan sekarang jelas tidak cukup merespons kedaruratan penularan COVID-19 saat ini, " kata Charles dalam rilis yang diterima kumparan, Jumat (18/6).
"Apalagi dengan jumlah tes dan lacak yang minim di beberapa daerah, PPKM Mikro menjadi tidak efektif. Apalah arti zonasi warna, jika tes dan lacak minim?" tambahnya.
Politikus PDIP itu mengusulkan agar diterapkan saja PSBB yang tidak bersifat parsial. Sebab, keadaan sekarang sangat mengkhawatirkan. PSBB membatasi pergerakan orang di kantor, pasar, dan kegiatan sosial.
"Perlu tindakan cepat dari pemerintah pusat untuk segera membatasi kegiatan sosial masyarakat secara besar (PSBB), tidak lagi parsial," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Jika COVID-19 saat ini diibaratkan tsunami, kata Charles, langkah pemerintah menerapkan PSBB seperti pemecah gelombang di lautan, sehingga gelombang yang sampai di daratan tidak begitu besar.
"Tanpa pemecah gelombang itu, saya takut para tenaga kesehatan dan masyarakat di daratan akan ikut tersapu," ujarnya.
Pada Kamis (17/6), angka penularan dan kematian harian nasional mencetak rekor baru, yaitu 12.624 kasus harian (tertinggi sejak 30 Januari 2021) dan 227 orang meninggal dunia (tertinggi sejak 3 April 2021).
Di sisi lain, angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) fasilitas kesehatan (di hampir seluruh provinsi di Pulau Jawa sudah di atas batas WHO 60%.
Bahkan, di DKI Jakarta, BOR nyaris menyentuh angka 80%. "Bayangkan bagaimana jika faskes di pulau tempat lebih dari separuh populasi nasional menghuni ini kolaps?" tanya Charles.
ADVERTISEMENT
Sementara, menurutnya fakta di lapangan, tanda-tanda faskes kolaps semakin nyata di depan mata. Hal itu terlihat dari antrean pasien yang cukup panjang masuk RS, ada pula yang ditolak karena RS penuh, bahkan ada yang meninggal dunia dalam perjalanan karena tidak kunjung mendapat RS rujukan.
Di sisi lain, para tenaga kesehatan keteteran karena lonjakan pasien yang tak terkira.