Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anggota DPR PDIP Dorong Predator Seks di Panti Tangerang Dihukum Berat
12 Oktober 2024 10:37 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Anggota DPR RI Selly Andriany Gantina mengecam aksi pengurus Panti Asuhan Yayasan Darussalam An'Nur di Kunciran Indah, Kota Tangerang, yang melakukan pencabulan terhadap sejumlah anak asuhnya.
ADVERTISEMENT
Politikus PDIP ii meminta agar para predator seksual tersebut mendapat hukuman maksimal dengan pemberatan.
“Memang perbuatan pelaku sudah biadab! Harus dihukum seberat-beratnya,” kata Selly Andriany Gantina dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/10).
Ketua Yayasan Panti Asuhan Yayasan Darussalam An'Nu, Sudirman (49), serta 2 orang pengasuh panti asuhan tersebut yakni Yusuf Bahtiar (30) dan Yandi Supriyadi (28) ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual.
Sudirman dan Yusuf telah ditangkap, sedangkan Yandi masih diburu polisi dan kini masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang).
Sejauh ini, ada 8 korban pencabulan para predator anak di Panti Asuhan Kunciran di mana semuanya laki-laki. Dari 8 korban itu, 5 orang berusia anak dan 3 lainnya dewasa.
Selly mendorong kepolisian menjerat para predator itu dengan Undang-undang 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
ADVERTISEMENT
"Lewat UU TPKS, jeratan maksimal bisa diberikan kepada para pelaku predator anak,” ucap dia.
Selly menilai UU TPKS yang sudah disahkan ini bisa menjadi aturan yang paling kuat. “Sebab tidak hanya menjerat si pelaku, melainkan lembaga yang menanganinya," kata Selly.
Selly menilai, Panti Asuhan yang berada di Tangerang itu bisa diproses secara legalitas mulai dari izin dan hukumnya serta memiskinkan pelaku melalui penyitaan aset kekayaannya dengan diperlihatkan identitasnya.
“Dengan demikian, pelaku tidak hanya terkena sanksi hukum melainkan sanksi sosial dari masyarakat. Wajah mereka dalam jejak digital di media,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Bara VIII itu.
“Sementara terhadap korbannya mendapat perlindungan hukum kuat dan ditutupi secara identitas serta mendapatkan pendampingan rehabilitasi mental,” tambah dia.
Selly yang dalam periode DPR 2019-2024 bertugas di Komisi VIII dengan bidang kerja terkait perlindungan anak itu pun mendorong penegak hukum memberi pemberatan hukuman bagi pelaku mengingat status para tersangka yang merupakan pengasuh para korban.
ADVERTISEMENT
“Dalam Pasal 82 ayat 2 UU Perlindungan Anak sudah tegas mengatur bahwa tindak pidana kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh pengasuh anak hukuman pidananya diperberat dengan penambahan 1/3 masa hukuman,” tuturnya.
Berikut bunyi pasal yang dimaksud Selly:
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah ⅓ (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
"Saya berharap penegak hukum dapat memberikan ancaman hukuman seberat mungkin dengan maksimal. Agar ada efek jera sehingga tidak akan terulang kejadian serupa di kemudian hari," ucap Selly.
Sejauh ini polisi mendapatkan data ada 18 anak yang diasuh di Panti Asuhan Kunciran, di mana 2 di antaranya masih Balita. Polisi masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari para tersangka.
ADVERTISEMENT
Selly mengapresiasi langkah cepat Polres Metro Tangerang yang sigap dan membongkar kasus ini setelah mendapatkan informasi lewat direct message (DM) Instagram.
“Dan saya berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini. Tidak hanya segera menangkap satu pelaku yang DPO, tapi juga mendata secara teperinci korbannya sehingga bisa diberikan pendampingan,” ucap mantan Wakil Bupati Cirebon tersebut.
Selly mengatakan, kasus di Panti Asuhan Kunciran Indah harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Ia menegaskan tidak boleh ada ruang sedikitpun terhadap kekerasan seksual, khususnya pada anak.
“Kasus ini bisa menjadi pelajaran dan warning bagi siapapun di Republik ini untuk menghargai wanita dan anak, jangan sampai kekerasan, pelecehan, atau apapun sejenisnya terjadi lagi," ucap Selly.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, para pelaku dijerat Pasal 6 UU TPKS dengan ancaman 12 tahun penjara. Selain itu polisi menjerat pelaku dengan Pasal 76E dan 76I juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 289 KUHP. Ancaman hukuman dalam Pasal 76E UU Perlindungan Anak adalah maksimal 15 tahun penjara.