Anggota Komisi I Ungkap Alasan Revisi UU Penyiaran, Minta Publik Pantau

23 Mei 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Farhan saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Farhan saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota Komisi I DPR Fraksi NasDem, Muhammad Farhan, ikut buka suara terkait rencana Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran. Revisi banyak kecaman atas draf yang beredar sebab disinyalir mengerdilkan peran pers.
ADVERTISEMENT
Farhan menganggap sorotan tajam publik atas RUU Penyiaran akan sangat penting untuk penyempurnaan pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Menurutnya, RUU Penyiaran berawal dari persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus journalism platform digital.
"Saya kira masukan masyarakat sangat penting, proaktifnya masyarakat akan bermanfaat untuk penyempurnaan RUU Penyiaran,” kata Farhan dalam keterangannya, Kamis (23/5).
“Ini kan lagi perang ini. Jadi, RUU yang ada ini atau draf UU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran teresterial,” tambah dia.
Teresterial dimaknai penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF / UHF seperti halnya penyiaran analog, akan tetapi dengan format konten yang digital.
Ilustrasi menonton Youtube. Foto: Shutter Stock
Namun, KPI ataupun Dewan Pers, lanjut Farhan, tidak punya kewenangan terhadap platform digital. Bahwa ada lembaga jurnalistik yang menggunakan platform digital dan mendaftarkan ke dewan pers maka itu menjadi kewenangan dewan pers.
ADVERTISEMENT
“Risikonya apa? Kalau sampai dia dituntut oleh misalkan saya dijelekkan oleh lembaga berita ini, saya nuntut ke pengadilan, maka tidak ada UU Pers yang akan melindungi dia karena tidak terdaftar di dewan pers kira kira begitu,” urai Farhan.
Dia melanjutkan apabila lembaga tersebut membuat produk jurnalistik di platform digital dan tidak mendaftarkan diri ke dewan pers, maka Dewan Pers tak punya kewenangan atas lembaga tersebut.
“Tetapi, kan lembaga pemberitaan atau karya jurnalistik yang hadir di digital platform ini kan makin lama makin menjamur, enggak bisa dikontrol juga sama dewan pers, maka keluar lah ide RUU Penyiaran ini,” tandas Farhan.