Anggota Komisi III Kritik OTT KPK Tak Sesuai Prosedur: Tukang Becak pun Bisa

20 November 2024 12:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fit and proper test calon Dewas KPK, Elly Fariani, di Komisi III DPR RI, Rabu (20/11/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Fit and proper test calon Dewas KPK, Elly Fariani, di Komisi III DPR RI, Rabu (20/11/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Frederik Kalalembang, mengkritik operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan KPK. Menurutnya, operasi senyap itu seringkali dilakukan tak sesuai prosedur.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Frederik saat mencecar calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Elly Fariani, saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI, Rabu (20/11).
Mulanya, Frederik menyebut, Dewas KPK memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan KPK. Sehingga, untuk menjadi Dewas perlu pengetahuan lebih terkait kegiatan penegakan hukum yang dilakukan KPK.
"Tentunya Ibu harus mengetahui apa yang langkah-langkah yang dilakukan oleh KPK dan selama ini menjadi isu-isu yang negatif seperti OTT," kata Frederik.
"OTT itu bukan hal yang tabu. Siapa saja bisa melaksanakan OTT. Termasuk tukang becak pun bisa melaksanakan OTT. Karena itu tertangkap tangan, diatur dalam KUHAP," tambah dia.
Fit and proper test calon Dewas KPK, Elly Fariani, di Komisi III DPR RI, Rabu (20/11/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Namun, menurutnya, saat ini tangkap tangan yang dilakukan KPK menyalahi prosedur. Untuk itu, ia meminta pandangan Elly terkait pelanggaran yang dilakukan dalam OTT.
ADVERTISEMENT
"Persoalannya sekarang adalah KPK melaksanakan OTT tidak sesuai prosedur, sudah lengkap, sudah diperiksa, dua alat bukti, tapi masih dikembangkan dengan OTT. Harusnya itu dilakukan dengan pemanggilan dan sebagainya," ujar dia.
"Saya ingin tanyakan, kalau Ibu lolos sebagai Dewas, apa yang Ibu harus kerjakan dengan pelanggaran OTT ini yang dilakukan selama ini oleh anggota KPK?" tanya Frederik.
Menanggapi itu, Elly menilai, OTT tetap perlu dilakukan apabila telah memenuhi syarat. Misalnya, unsur tindak pidana yang telah ditemukan.
"Saya melihat sah saja kalau memang OTT itu harus dilakukan. Tapi kembali kalau saya kembalikan ke konsep GRC (Governance Risk and Convenience) tadi. Tentunya mulai dari aturan atau mandat utama kami sebagai Dewas, ada aturan, harus dibangun aturan pelaksanaannya dan kejelasan siapa melakukan apanya," papar Elly.
ADVERTISEMENT
Ia pun yakin, di KPK sudah ada aturan pelaksanaan OTT. Semuanya pun perlu dilakukan berdasarkan keputusan bersama.
"Menurut saya fine saja dan ini juga menurut saya apalagi kalau informasi mengenai sesuatu yang harus kita operasi tangkap tangan kan itu datang dari publik informasinya dan andal informasinya. Justru kalau kita tidak lakukan malah timbul ketidakpercayaan publik terhadap kita, bahwa ada pengaduan yang tidak ditindaklanjuti," jelas dia.
"Dan kembali kepada prosedurnya, kepada langkah-langkahnya dan memang orang yang (melakukan OTT) memang punya kewenangan itu," tukasnya.