Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anggota Komisi X: Lukisan Diberedel Bisa Jadi Preseden Buruk
21 Desember 2024 11:43 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana mengatakan penutupan pameran lukisan seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, merupakan bentuk pemberedelan. Ia meminta pemerintah tidak mengintervensi karya seni.
ADVERTISEMENT
“Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie Triyana kepada wartawan, Sabtu (21/12).
Yos seharusnya membuka pameran pada Kamis malam (19/12). Namun, pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” dibatalkan beberapa menit sebelum pembukaan.
Terlihat pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. Padahal pameran ini telah dipersiapkan sejak 2023 dan rencananya akan berlangsung mulai 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.
Bonnie selaku anggota Komisi X DPR RI yang salah satu ruang lingkup kerjanya terkait urusan seni dan kebudayaan telah mendatangi lokasi pada Jumat (20/12) untuk mendampingi Yos.
Bonnie menilai, pembatalan pameran lukisan Yos oleh Galeri Nasional yang merupakan gedung institusi milik pemerintah di bawah Kementerian Kebudayaan, menjadi preseden buruk bagi Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto,” kata Bonnie.
Pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar karena Suwarno Wisetrotomo yang merupakan kurator dari Galeri Nasional, tidak meloloskan 5 dari 30 lukisan Yos karena dianggap terlalu vulgar dan tak berkaitan dengan tema pameran tentang kedaulatan pangan.
Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia dan banyak kalangan menyebut beberapa gambar dalam lukisan mirip wajah Presiden ke-7 Jokowi.
Pada pameran Yos, terdapat lukisan menunjukkan gambar seorang raja yang mirip dengan Jokowi sedang menginjak orang atau dinilai sebagai rakyat. Ada juga lukisan yang menggambarkan sosok petani yang sedang memberi makan konglomerat.
Terlepas dari anggapan-anggapan itu, Bonnie menyebut seni rupa, yang dalam hal ini adalah seni lukis, merupakan ranah multitafsir.
ADVERTISEMENT
"Bagaimanapun karya seni merupakan medium untuk kritik sosial adalah hal yang lazim. Dan seni itu multitafsir sehingga bahaya juga kalau dilihat hanya dari satu perspektif," terang Bonnie.
“Seniman memiliki otoritas dalam berkarya dengan temanya masing-masing dan itu tidak akan menimbulkan bencana politik apa-apa," sambungnya.
Sementara Yos kata Bonnie, mengatakan, lukisan-lukisan yang dipersoalkan merupakan narasi dari tema pameran. Menurutnya, lukisan miliknya bercerita tentang proses terjadinya kehilangan kedaulatan pangan di Indonesia.
“Biarkan ruang berekspresi dan kebebasan bicara menjadi milik publik dalam rangka pendewasaan bangsa Indonesia dalam berdemokrasi,” tutur politikus PDIP ini.
Bonnie kembali mengingatkan karya seni merupakan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi negara.
"Menurut saya kegiatan pameran seni konteksnya dalam negara demokrasi itu ya bebas saja. Biar publik yang menilai secara perspektif seninya seperti apa," kata Bonnie.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Lagian lukisan ini sudah beredar di media sosial dan sudah dilihat semua orang. Tidak perlu ada sensor karena karya seni itu multitafsir," tutup dia.
Lukisan Yos Bukan Diberedel
Ketua Tim Museum dan Galeri IHA (Indonesian Heritage Agency) Zamrud Setya Nagara menegaskan, pameran lukisan Yos bukan diberedel.
“Menunda itu artinya bukan pemberedelan. Bukan pemberangusan atau melarang. Menunda pembukaan dan pelaksanaan pamerannya,” ujar Zamrud.
Zamrud melanjutkan, penundaan itu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada kurator—Suwarno Wisetrotomo—dan pelukis Yos Suprapto untuk menyatukan pandangan termasuk memperbarui konsep yang sudah disepakati sejak awal.
Namun, Suwarno sudah mengundurkan diri sebagai kurator.