Anies: Jak Lingko Lebih Punya Makna Integrasi Ketimbang OK Otrip

9 Oktober 2018 16:36 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Peluncuran Sistem Integrasi baru bernama Jak Lingko, Senin (8/10/2018). (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Peluncuran Sistem Integrasi baru bernama Jak Lingko, Senin (8/10/2018). (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengubah nama OK Otrip (One Kartu One Trip) menjadi Jak Lingko sebagai nama model transportasi terintegrasi. Menurut Anies, nama Jak Lingko dipilih karena memiliki kandungan makna yang lebih sesuai dengan sistem integrasi.
ADVERTISEMENT
"Penamaan sebagai sebuah eksperimen, silakan jalan. Tapi ketika kita bicara tentang sistem yang terintegrasi, maka namanya harus memberikan maknanya," kata Anies di Balai Kota, Jalan Merdeka Selatan, Selasa (9/10).
Anies mengatakan, nama OK Otrip yang dulu dipilih sebagai brand integrasi transportasi Jakarta, belum mencerminkan makna integrasi sesungguhnya. Nama OK Otrip, dipilih untuk memudahkan masyarakat mengenal program tersebut.
Sedangkan nama Jak Lingko, berasal dari bahasa Indonesia asli yang bermakna integrasi. Sistem Lingko telah diadopsi oleh NTT untuk sistem pengairan air sawah.
"OK OCE memang ada maknanya. Itu adalah One Kecamatan One Center for Entrepreneurship. Tapi kalau OK OTrip tidak ada, ya kemudahan ngomong saja. Karena itu saya sampaikan, kita cari nama. Dan pilihannya setelah riset sana-sini, pada lingko," ujar Anies.
Uji coba Ok Otrip Kampung Melayu-Duren Sawit (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Uji coba Ok Otrip Kampung Melayu-Duren Sawit (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
"Bahasa Indonesia ini memang sumbernya memang dari bahasa-bahasa daerah. Jadi bukan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang normal," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Anies menginginkan seluruh fasilitas umum memiliki nama yang sesuai dengan terminologinya. Untuk itu, ia bekerja sama dengan badan bahasa untuk mencari terminologi yang sesuai.
"Saya beri contoh TOD. TOD itu terminologi sudah. Tapi ada tidak bahasa Indonesianya TOD? Ya itu harus dicari. Karena itu ya ikhtiar kita," ungkap Anies.
Bagi Anies, penggunaan bahasa yang baik dan benar harus lebih disepakati oleh semua pihak. "Bahasa adalah kesepakatan. Bukan baik dan benar. Bahasa itu kesepakatan. Jadi kalau ada kosakata yang disepakati, ya itu yang dikerjakan," tutup Anies.