Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendorong pers untuk menimbulkan kepercayaan masyarakat terkait demokrasi. Ia berharap, media bisa ikut berkontribusi agar masyarakat tak takut berpendapat, khususnya di tengah arus deras media sosial.
ADVERTISEMENT
"Demokrasi untuk bisa berjalan dan berfungsi dengan baik, berfungsi dengan baik, itu artinya semua aspirasi dapat tempat untuk diperdebatkan. Dan demokrasinya the deliver. Artinya bahwa kebijakan yang dihasilkan meningkatkan kesejahteraan menghasilkan keadilan, itulah delivery demokrasi," dalam Peringatan 10 Tahun Forum Pemred di Hotel Raffles Jakarta, Jumat (5/8).
"Pertanyaannya, bagaimana media bisa memperkuat trust di dalam demokrasi? Kalau dalam menurunkan fear sudah terbukti, apalagi sosial media. Sosial media efektif di dalam menghilangkan rasa takut. Sehingga rezim-rezim [otoriter] itu bertumbangan. Tapi untuk membuat demokrasi ini bertahan kita membutuhkan trust, ini antara semua komponen," imbuh dia.
Anies mengatakan, dalam mewujudkan cita-cita keadilan sosial di Indonesia, perlu dilakukan dua hal. Yakni menggulung kolonialisme dan menggelar kesejahteraan serta keadilan.
Seiring hilangnya kolonialisme, Anies menekankan pentingnya mewujudkan keadilan sosial dengan proses demokrasi. Sebab itu ia ia berharap, jangan sampai demokrasi justru menjadi celah timbulnya konflik.
ADVERTISEMENT
"Bagian kita hari ini adalah menggelar kesejahteraan dan keadilan. Dalam menggelar itu kita memilih prosesnya menggunakan proses demokrasi. Proses demokrasi ini berbeda dengan masa sebelumnya, para otoriter banyak negara juga sudah mengalami. Rezim demokrasi bertahan dengan trust, bila fear itu hilang, rezim otoriter tumbang," ujarnya.
"Nah, di sisi lain kita ketemu dengan ide yang diperdebatkan di dalam sebuah demokrasi ruang perdebatan dibuka. Pandangan A, pandangan B, pandangan, pandangan C, pandangan D, dia bermunculan, dan kemunculannya itu bisa menimbulkan yang disebut dengan polarisasi," tambah dia.
Anies melanjutkan, tidak selamanya polarisasi adalah konflik dan perpecahan. Tetapi ada polarisasi yang berasal dari perbedaan pandangan dan friksi. Hal itu, menurutnya perlu dibedakan untuk menciptakan ruang demokrasi yang sehat.
"Friksi tersebut yang konflik. Konflik baru perpecahannya. Jadi ada fasenya. Nah, seringkali kita melihat perbedaan pandangan langsung buru-buru menyimpulkan perpecahan. Tidak, perpecahan itu paling ujung. Polarisasi, friksi, konflik, baru pecah," terang Anies.
ADVERTISEMENT
Media, lanjut dia, memiliki peran untuk menjaga agar ruang perdebatan selalu ada. Sebab, dibutuhkan kesetaraan kesempatan untuk bertukar gagasan dan pikiran demi tujuan yang sama tercapai, yakni menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Itulah tujuan pertama dan terutama. Kami berharap media menjaga, independensi, objektivitas, untuk membangun trust. Objektivitas, itu kata kunci. Forum Pemred harus bisa menjadi guidance munculnya objektivitas di semua media kita," paparnya.
"Beda dengan subjektif, subjektif itu membawa data juga, tapi dia adalah pandangan parsial. Objektivitas pandangan komperhensif, memberikan ruang setara. Yang akhir-akhir ini sering hilang adalah objektivitas. Bila media menjadi wahana untuk memberikan kesetaraan gagasan, persatuan akan bisa muncul," lanjut dia.
Ia mencontohkan, dalam membangun Jakarta, dikedepankan ruang kesetaraan atau kebebasan. Ia berharap, sama seperti Jakarta, media bisa mendukung kebebasan bertukar pikiran masyarakat secara setara.
ADVERTISEMENT
"Kemarin sempat ramai di Jalan Sudirman, taman-taman, lintas sosial ekonomi. Tujuannya apa? Kita ingin membuat kota ini memberikan perasaan kesetaraan siapa saja bisa menikmati tanpa harus ada pressure," ungkapnya.
Sebelumnya, private sector pakai strata. Lihat mal, mal itu pakai strata. Kalau datang ke Bundaran HI, itu kan ada 3 mal. plaza indonesia Indonesia, Grand Indonesia, dan Thamrin City. Yang ke PI tidak pernah ke Thamrin city, yang ke Thamrin City takut ke PI," tandas dia.